Senin, 31 Oktober 2016

Dargom (V)

Ingin kuberlari hilang dari peradaban dan tak seorangpun yang mengharapkan aku pulang, sebab aku penat menghadapi hingar bingarnya manusia yang penuh kepalsuan." Demi ditanya Bejo sang pimpinan Kala Hitam, Sarikem tanpa menunggu lama segera bicara seakan telah lama memendam segala kekesalan dalam hatinya. "Namun aku masih punya ibu yang menyayangiku jadi tak mungkin aku hilang ditelan  bumi. Maka dari itu aku ingin membuat orang memandang keluargaku, orang menghormati keluargaku. Aku salah seorang relawan di salah satu panti asuhan yang kalian danai, saat itu Atma yang merekrutku. Aku bersedia karena ingin lari dari masalah pribadi, aku membayangkan seandainya aku bisa menjadi donatur seperti kalian. Kemudian tersiar kabar desa binaan kalian mendapat rintangan maka aku mengajukan diriku untuk ikut membantu kalian. Awalnya Atma tak mengijinkanku, namun akhirnya ia bersedia membawaku bertemu kalian secara lengkap. Mengenai kelebihanku apakah berguna bagi kalian atau tidak aku tak tahu, kecuali kalian katakan apa yang kalian butuhkan baru kujawab apakah aku punya keahlian tersebut atau tidak."

"Kami ingin mencari situs kuno."    Panji memberi penjelasan. "Rupanya Atma belum memberi tahumu ya. Kami butuh kemampuan fisik untuk keluar masuk hutan, mampu bertahan hidup dan bisa berfikir di bawah tekanan. Minimal kalau kamu pernah pramuka sudah 30 persen kemampuanmu kami pakai."

"Aku dulu penegak Bantara jadi sudah 30 persen kan? Sekarang yang 70 persennya ialah aku punya rancangan alat untuk mendeteksi benda di bawah permukaan tanah. Sayangnya belum sempurna karena masih kekurangan banyak biaya."

"Tidak masalah nona, semua teknologi berawal dari alat sederhana." Yanto nampak tertarik, "Coba kau terangkan ide dasarnya. Mungkin bisa menambah nilaimu 30 persen lagi."

"Ini bukan ideku, tetapi ide temanku dan aku membantunya jadi aku paham cara kerjanya."

Sarikem mengambil empat batang ranting kemudian menancapkan salah satu ranting ke atas tanah. "Anggap saja ini adalah A." Iapun mengukur jarak sejauh dua langkah dan menancapkan ranting kedua. "Dan ini B." Ia melangkah selangkah dan menancapkan ranting ketiga, "ini C." Terakhir ia  menancapkan ranting terakhir pada jarak dua langkah dari C. "Dan ini D."

Setiap orang terdiam memperhatikan dengan seksama apa yang dilakukan Sarikem. "A, B, C, D adalah elektroda yang ditancapkan ke tanah. Perbandingan jaraknya ialah A ke B 2 langkah anggap 2X, B ke C 1X, C ke D ialah 2X. Sehingga ada perbandingan jarak 2-1-2. Perbandingan ini harus ditentukan dulu, tidak harus seperti ini boleh juga 1-1-1 atau 3-2-3. Yang penting  perbandingan A ke B harus sama dengan C ke D. Elektroda A dan D diberi arus listrik, maka katoda C dan B akan menangkap gelombang listrik dan membaca apa yang ada jauh didalam tanah dan informasi tersebut diteruskan ke komputer dengan perangkat lunak tertentu. Nanti di monitor akan menampilkan warna, biru untuk material yang mudah dialiri listrik seperti air, sedangkan warna yang semakin gelap ke arah coklat tak bisa dialiri listrik, biasanya batuan. Harapannya bisa menangkap fosil atau artefak."

"Hanya sesederhana itu?" Kris penasaran.

"Tidak itu belum selesai, ingat pola jarak yang sudah dibuat, yang ini polanya 2X - X - 2X. Pengambilan data tidak hanya sekali. Setelah mendapat data yang pertama kita geser elektrodanya kecuali A sebagai tumpuan. Jika jarak awal 2 meter, 1 meter, 2 meter kita pindah B, C, D dengan jarak 4 meter, 2 meter 4 meter, ambil gelombangnya lagi. Diteruskan sampai jaraknya 100 meter 50 meter 100 meter atau sesuaikan dengan kebutuhan area pengamatan. Sesudah data diperoleh baru dianalisa." "Luar biasa." Panji bertepuk tangan. "Sayang sekali tempat yang kita tuju tak ada listrik, jadi alatmu tak akan berguna. Selanjutnya Jaya. Jangan mentang-mentang kamu kawan pimpinan bukan berarti bisa lolos seleksi."

"Baiklah." Jaya langsung angkat bicara. "Mengenai kemampuanku tak perlu dijelaskan, kalian sudah melihatnya saat peristiwa Ornamen Garudeya, selain itu aku, adikku dan pimpinan kalian yang menemukan titik awal Dargom. Sedangkan tujuanku tetap, yaitu mencari harta bedanya kali ini aku tak lagi mengejar hadiah seperti waktu itu namun aku mengincar harta peninggalan nenek moyang yang lebih besar."

"Kau pernah memusuhi kami. Bagaimana kami bisa mempercayaimu begitu saja,  bagaimana kami bisa memastikan jika kamu tak akan berbuat jahat." Giliran Kris menimpali.

"Aku tidak pernah memusuhi siapapun, hanya saja waktu itu kita berdiri di sisi yang berbeda." Jaya membela diri. "Apakah kelak aku akan berbuat jahat atau tidak tak perlu ku jawab. Yang perlu kalian ketahui aku jahat dan serakah dari sekarang, jika diantara kalian tidak pernah berbuat salah silahkan menghukum aku saat ini juga."

Sejenak semua terdiam, hanya mata yang saling bertatapan. Hening melingkupi belantara dalam beberapa detik. "Kenapa kamu menginginkan harta?" Suara Atma menggaung memecah kesunyian.

"Hanya orang kaya yang mampu berbuat banyak. Bahkan lembaga keagamaan didukung penuh oleh  kekayaan duniawi. Hanya hartawan yang mampu membangun gedung megah sebagai tempat ibadah untuk pemujaan dan rasa syukur pada Tuhan. Selain itu juga..."

"Cukup." Bejo sang pemimpin Kala Hitam memotong perkataan Jaya. "Kalian boleh bergabung, tetapi karena kalian bukan anggota Kala Hitam maka ada hak dan kewajiban dalam kelompok yang kalian tidak miliki."

"Tunggu dulu." Sarikem terheran. "Bagaimana kalian hanya begitu saja menerima kami tanpa memberi tahu kriteria penilaiannya."

"Itu termasuk hak kami." Atma yang menjawab. "Dan kami tak punya kewajiban memberi penjelasan kepada kalian berdua. Sekarang aku yang usul pimpinan." "Silahkan." Bejo memberi kesempatan.

"Sekarang tenaga kita sudah sembilan orang, sebelum kita membuat perencanaan bagaimana kalau makan siang dulu."

"Setuju." Lima anggota Kala Hitam hampir bersamaan.

"Baiklah sidang ditunda sampai makan siang usai. Jaya dan Sarikem, di sini hutan bukan restoran jadi gunakan kemampuan survival kalian. Paham."

Sarikem dan Jaya hanya mengangguk. Sesaat kemudian mereka sudah berpencar. Satu jam kemudian satu persatu kembali ke titik awal dengan membawa bahan-bahan yang diperlukan.  Tak butuh waktu lama, asap telah mengepul menebarkan aroma daging panggang. Mereka bersembilan begitu asik menyantap ubi bakar dengan lauk ikan dan daging panggang.

"Hem tak percuma ada wanita di sini." Paimin memuji Sarikem. "Rupanya kamu pandai meramu rempah-rempah menjadi bumbu daging bakar yang jauh lebih lezat dari restoran manapun."


"Atma memang pandai memilih pacar. Sesuai dengan porsi makannya." Kris menimpali.

"Kami tidak pacaran." Wajah Atma memerah.

"Belum." Jaya ikut campur.

"Bagaimana jika kita bereskan api unggunnya dan segera meneruskan rencana kita." Atma langsung beres-beres, sedangkan yang lain tak ada yang membantu. Jaya hendak membantu tapi mengurungkan niatnya setelah diberi kode oleh Yanto. Melihat semua diam, Sarikem spontan membantu Atma dan memang hal inilah yang sengaja diinginkan oleh Kala Hitam untuk bahan mengolok Atma. Mereka begitu ceria.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar