Selasa, 28 April 2020

666







Jika anda butuh kata-kata penghiburan atau yang menguatkan, jangan lanjutkan membaca tulisan ini. Saya mengajak berfikir bagaimana jika hal terburuk yang terjadi, tak ada harapan, tak ada jalan keluar. Bayangkan jika pandemi covid-19 ini berlalu, namun bukan kebahagiaan yang kita peroleh melainkan penderitaan yang lebih menyakitkan menghampiri. Bencana yang terjadi di dunia hari ini hanya permulaaan dari penderitaan yang lebih panjang. Setelah virus hilang, makanan juga hilang dari muka bumi, semua orang menderita kelaparan. Kemudian munculah pahlawan di tengah kekacauan, sang pahlawan akan mengatur dan mengendalikan dunia, menjamin semua orang bisa makan. Pahlawan itu sekelompok manusia yang memiliki kekuasaan, kekuatan dan dapat mewujudkan perdamaian serta ketahanan pangan dunia. Sayangnya kelompok ini tidak percaya dengan adanya Tuhan, dan ia membuat peraturan barang siapa yang masih ingin hidup harus menyangkal keberadaan Tuhan. Jika hal itu terjadi, tindakan apa yang akan anda ambil?

Kamis, 09 April 2020

Setan, Malaikat, Hewan






Kupikir aku adalah anak orang miskin yang beruntung di negeri ini, kenapa beruntung karena aku masih bisa sekolah meskipun ayah selalu datang minta dispensasi Test Hasil Belajar (THB) saat SD dan juga jarang dapat raport karena belum bayar SPP. Namun setelah dewasa aku bertemu banyak orang yang mengalami nasib hampir sama. Aku menyimpulkan bahwa bukan keluargaku yang miskin tetapi bangsa Indonesia waktu aku kecil masih di bawah garis kemiskinan, dengan dinding rumah dari anyaman bambu, makan singkong saat tak ada nasi, makan daging ayam jika Lebaran Idul Fitri, sekolah jalan kaki, sepatu berlubang di kelingking, Kawan sekelasku namanya Hendrikus Durma, kami memanggilnya Lalong artinya anak yatim dari bahasa asalnya NTT, dia sekolah sambil jualan kerupuk. Namun kami tidak mengeluh, kami bahagia dengan proses. Perkataannya yang masih terngiang dan menjadi semangatku saat kami lulus SD adalah, “aku anak pertama dan harus membantu ibu mencari nafkah, tetapi aku harus lanjut SMP karena aku butuh ilmu pengetahuan.”


            Berikut adalah kisah seorang anak Gombong, Kebumen. Namanya Untung dia jauh lebih tua dari umurku, artinya semakin senior manusia dilahirkan di bumi pertiwi semakin miskin kondisi negeri ini. Tetapi itu bukan masalah, semua adalah proses. Setiap angkatan punya masalahnya sendiri. Setidaknya aku bersyukur tidak lahir seangkatan Kakekku yang berjuang melawan penjajah. Setamat SD mas Untung tak bisa sekolah, ia menjadi buruh panjat pohon kelapa milik tetangga, dengan system mengambil 5 buah kelapa tua 4 buah untuk pemilik pohon dan 1 buah untuk dia. Ia memanjat di 12 kebun secara bergantian, upah buah kelapa dia jual dan uangnya di tabung. Selain itu ia meminta pelepah kelapa yang telah tua setiap kali memanjat, sesampainya di rumah pelepah kelapa tersebut ia keringkan. Dalam hatinya ia ingin sekolah namun tak ingin membebani orang tuanya. Dari hasil menjual kelapa selama setahun ia membeli sepeda bekas, seragam bekas, sepatu, buku, dan pelepah kelapa yang setahun dikumpulkan dijualnya sekaligus, sebagian hasilnya untuk mendaftar sekolah. Mujizat selalu terjadi pada setiap orang yang berharap pada Tuhan. Masuk di SMP Muhammadiyah rupanya ada program orang tua asuh, sehingga mas Untung tak perlu bayar SPP. Namun dia butuh buku, seragam, uang jajan. Otaknya berfikir bagaimana caranya agar tidak minta ibu, ia minta bantuan ibunya untuk membuatkan gorengan combro, keripik, bakwan. Seusai sholat subuh dibawalah jajanan tersebut ke sekolah dengan sepeda kesayanganya. Karena masih malu, ia berpesan pada penjaga kantin untuk tidak memberi tahu siapa pemilik jajanan tersebut. Hingga lulus SMP hanya Satpam dan 1 orang penjaga kantin yang tahu.


            Tamat SMP lagi-lagi memiliki masalah yang sama, namun berkat usaha ayahnya ia bisa masuk ke Sebuah Pondok pesantren di Jawa Barat. Pondok pesantren tersebut menampung dari 27 Provinsi di Indonesia, dari Jawa tengah ada 2 orang yakni Boyolali dan Kebumen. Total angkatan mas Untung adalah 29 orang terdiri dari 12 santri dan sisanya santriwati. Di tempat inilah suatu hari diundang acara oleh presiden Habibie. Dan hanya 3 orang terbaik yang mewakili pondok pesantren, salah satunya Mas Untung. Suatu kebanggaan anak kampung bisa berjabat tangan dengan presiden dan sholat jum’at bersama pahlawan Revolusi A.H. Nasution. Setiap hari selepas Asar sampai jam lima sore, semua santri dan santriwati bebas memilih program keahlian, ada yang masak, menjahit, elektonik, mas Untung mengambil kursus Las. Rupanya benih cinta seorang remaja mulai tumbuh, dan demi bisa bertemu melihat paras gadis yang ia kagumi mas Untung sering pergi ke kursus salon. Dari sanalah ia belajar memotong rambut. Dan mulailah ia mencukur rambut santri-santri lainnya, upahnya ia kumpulkan.


            Saat senggang mas Untung memandang tanah kosong milik Pondok. Otaknya berfikir, lalu ia memberanikan diri bicara ke pengasuh untuk menggarap sebagian tanah kosong tersebut untuk ditanami terong. Permintaannya dikabulkan, saat yang lain bermain basket atau olah raga lain, ia sendirian mulai menggarap sepetak tanah dan meminta dibelikan bibit dengan system bagi hasil. Hasil penjualan terong rupanya menjadi inspirasi kawan-kawannya, dan akhirnya semua tanah di garap bersama tak hanya terong tetapi juga cabai dan sayuran lainya mereka kerjakan. Ada sebuah hadiah berupa uang bagi yang Khatam Quran, jadi semakin sering Khatam maka semakin banyak uang hadiahnya. Setahun berlalu, semua mendapat uang saku untuk kembali ke kampung halaman masing-masing. Dengan bermodalkan uang cukur rambut, Khatam Quran, Terong dan uang saku terakhir mas Untung kembali ke Gombong, tujuannya satu ia harus masuk SMA. Masuk SMA Muhammadiyah kelas 1 ia melakukan hal yang sama menitipkan jajanan ke kantin seusai sholat subuh dan masih tersembunyi. Kelas 2 ia sudah tak malu lagi, dan mulai membuka praktek cukur rambut.


            Usai SMA cita-citanya sebagai Sarjana Ekonomi tak tercapai hanya mampu menempuh D1 di STIE. Berbagai profesi telah ia jalani, mulai buruh pabrik, satpam, ngamen dan tentu saja cukur rambut. Tidak kuliah bukan berarti berhenti belajar, buku apapun yang berhubungan dengan ekonomi dan bisnis ia lahap. Dengan berjalannya waktu Tuhan memberinya ide, dan ia ambil kesempatan yang ada. Saat ini ia memproduksi sabun cair dan sedang meneliti herbal. Banyak pengalaman pahit dan manis yang ia alami namun yang dapat di ringkas adalah :


                    Berbuatlah baik pada semua orang, jangan mengharap balasan baik. Jika kita berbuat baik pada Si A belum tentu Si A merespon baik, tapi lakukanlah yakinlah hasilnya pasti baik. Suatu saat pasti Tuhan kirim si B yang akan membalas kebaikan kita. Saat ada masalah, jangan panik ambil waktu menyendiri tanya sama Tuhan apa yang ia inginkan, pasti Tuhan kasih jalan keluar. Ada kalanya terjadi kasus seperti ini si C dan si D, si C merasa lebih taat beribadah. Ini hanya perasaan si C, belum tentu di mata Tuhan seperti itu. Lalu si C dan si D memiliki masalah yang sama, mereka berdoa minta rezeki 100 ribu. Namun apa yang terjadi si D dijawab doanya, si C tidak dapat 100 ribu. Mau protes, tidak bisa manusia protes, kalau menggerutu wajar. Kenapa manusia merasa tak adil karena manusia tak memahami maksud Tuhan, bisa jadi Tuhan ingin memberi si C lebih dari 100 ribu tapi bukan sekarang, atau bisa jadi Tuhan masih kangen pingin dengar suara si C, pingin ngobrol. Manusia terdiri dari tiga bagian yakni leher ke atas adalah setan, leher sampai pusar adalah malaikat, pusar ke bawah adalah hewan. Tuhan memberi kita kebebasan untuk melakukan apa yang kita inginkan, namun ingat Tuhan sudah memberi kita panduan agar kita menggunakan hati mengendalikan pikiran serta hawa nafsu agar kita bersifat sebagai malaikat. Setiap tindakan, setiap ingin melangkah tanyakan dulu ke Tuhan, pasti Tuhan memberi petunjuk lewat hati nurani kita.

Kamis, 02 April 2020

Pageblug



            “Apa yang pernah ada akan ada lagi, dan apa yang pernah dibuat akan dibuat lagi; tak ada sesuatu yang baru di bawah matahari.” Salomo Alias Sulaiman Bin Daud 970 – 931SM. Demikian halnya dengan wabah atau dalam bahasa jawa PAGEBLUG, yang muncul dalam sejarah dunia antara lain Pes, Kolera, Influensa dan salah satu wabah pes paling terkenal ialah  The Black Death 1300-an M. Jadi Covid-19 kali ini bukan hal yang baru, banyak peristiwa serupa di tiap suku yang terlewat dalam catatan sejarah. Di Nusantara ini sebelum peristiwa besar terjadi selalu ada tanda dari alam yakni Lintang Kemukus, sebuah bintang yang memancarkan cahaya lebih terang beberapa malam. Rupanya adik iparku melihat Lintang tersebut sebelum Covid-19 merebak. Di tahun 1970-an, menurut pengalaman ibuku yang masih SD saat itu terjadi peristiwa yang hampir sama yakni pagi sakit sore mati, sore sakit pagi mati. Saat itu teknologi tak seperti hari ini, pengetahuan rakyat juga masih terbatas. Berikut cerita ibuku.
             Seorang nenek pedagang sayur lelesan (rebelan) di pasar Sleko, Madiun. Pendek, pesek, berkulit putih beliau sering mampir ke rumah ibuku yang jaraknya tak jauh dari water toren. Tidak diketahui siapa nama aslinya dan di mana rumahnya orang-orang memanggilnya mbah Dunuk. Suatu hari mbah Dunuk memerintah nenekku, “Nduk buatlah nasi kuning, pastikan sekeluarga makan lalu berikan kepada tetangga yang mau saja minimal satu suapan, yang tidak mau jangan dipaksa, Mulai malam ini kamu dan seisi rumahmu jangan tidur satu arah. Tidurlah dengan posisi malang melintang, seperti hewan tidur.” Nenekku menuruti perkataan mbah Dunuk tanpa banyak pertanyaan. Keesokan harinya datanglah pageblug, setiap orang sakit yang di bawa ke rumah sakit selalu meninggal. Dan ibuku jatuh sakit, nenekku bersikeras tidak mengijinkan anaknya di bawa ke rumah sakit. Yang dilakukan mbah Dunuk adalah memintakan obat ke mbah Kus, segelas air putih yang telah di doakan diminum dan di usapkan ke pusar dan cuci muka. 4 hari kemudian ibuku sembuh.
Bulan berikutnya mbah Dunuk membawa janur dan meminta nenekku memasang janur kuning tersebut di depan rumah, juga tetangga yang mau pasang silakan yang tidak mau tidak boleh dipaksa. Bahkan ada yang berkata “pemulung kok dipercaya”, yang berkata demikian mati.   Setelah pegeblug selesai orang-orang yang ikut makan nasi kuning serta memasang janur semuanya selamat. Mbah Dunuk pamit ke nenekku, “Sudah nduk, sekarang pageblug sudah selesai sudah aman, aku pamit pulang. Kamu dan keluargamu selalu berdoa marang Gusti.” Sejak hari itu ibuku tak pernah bertemu lagi dengan mbah Dunuk.
            Mungkin dengan pengetahuan kita sekarang penyelamatan mbah Dunuk dianggap klenik, tapi bagi keluargaku orang seperti mbah Dunuk adalah malaikat yang Tuhan kirim untuk menolong kita. Ayahku pernah mendapat pertolongan dari seseorang yang tak di kenal, Budeku menyebut mas Juremi. Kelak akan kubuat cerita sendiri. Sepanjang hidupkupun aku sering ditolong oleh orang yang tak ku kenal. Bagiku begitulah cara Tuhan menolong manusia, dengan menyuruh sesama manusia.