Jika anda butuh
kata-kata penghiburan atau yang menguatkan, jangan lanjutkan membaca tulisan
ini. Saya mengajak berfikir bagaimana jika hal terburuk yang terjadi, tak ada harapan,
tak ada jalan keluar. Bayangkan jika pandemi covid-19 ini berlalu, namun bukan
kebahagiaan yang kita peroleh melainkan penderitaan yang lebih menyakitkan menghampiri.
Bencana yang terjadi di dunia hari ini hanya permulaaan dari penderitaan yang
lebih panjang. Setelah virus hilang, makanan juga hilang dari muka bumi, semua
orang menderita kelaparan. Kemudian munculah pahlawan di tengah kekacauan, sang
pahlawan akan mengatur dan mengendalikan dunia, menjamin semua orang bisa makan.
Pahlawan itu sekelompok manusia yang memiliki kekuasaan, kekuatan dan dapat
mewujudkan perdamaian serta ketahanan pangan dunia. Sayangnya kelompok ini
tidak percaya dengan adanya Tuhan, dan ia membuat peraturan barang siapa yang
masih ingin hidup harus menyangkal keberadaan Tuhan. Jika hal itu terjadi, tindakan
apa yang akan anda ambil?
Selasa, 28 April 2020
Kamis, 09 April 2020
Setan, Malaikat, Hewan
Kupikir
aku adalah anak orang miskin yang beruntung di negeri ini, kenapa beruntung
karena aku masih bisa sekolah meskipun ayah selalu datang minta dispensasi Test
Hasil Belajar (THB) saat SD dan juga jarang dapat raport karena belum bayar
SPP. Namun setelah dewasa aku bertemu banyak orang yang mengalami nasib hampir
sama. Aku menyimpulkan bahwa bukan keluargaku yang miskin tetapi bangsa
Indonesia waktu aku kecil masih di bawah garis kemiskinan, dengan dinding rumah
dari anyaman bambu, makan singkong saat tak ada nasi, makan daging ayam jika
Lebaran Idul Fitri, sekolah jalan kaki, sepatu berlubang di kelingking, Kawan
sekelasku namanya Hendrikus Durma, kami memanggilnya Lalong artinya anak yatim
dari bahasa asalnya NTT, dia sekolah sambil jualan kerupuk. Namun kami tidak
mengeluh, kami bahagia dengan proses. Perkataannya yang masih terngiang dan
menjadi semangatku saat kami lulus SD adalah, “aku anak pertama dan harus
membantu ibu mencari nafkah, tetapi aku harus lanjut SMP karena aku butuh ilmu
pengetahuan.”
Berikut adalah kisah seorang anak
Gombong, Kebumen. Namanya Untung dia jauh lebih tua dari umurku, artinya
semakin senior manusia dilahirkan di bumi pertiwi semakin miskin kondisi negeri
ini. Tetapi itu bukan masalah, semua adalah proses. Setiap angkatan punya
masalahnya sendiri. Setidaknya aku bersyukur tidak lahir seangkatan Kakekku
yang berjuang melawan penjajah. Setamat SD mas Untung tak bisa sekolah, ia
menjadi buruh panjat pohon kelapa milik tetangga, dengan system mengambil 5
buah kelapa tua 4 buah untuk pemilik pohon dan 1 buah untuk dia. Ia memanjat di
12 kebun secara bergantian, upah buah kelapa dia jual dan uangnya di tabung.
Selain itu ia meminta pelepah kelapa yang telah tua setiap kali memanjat,
sesampainya di rumah pelepah kelapa tersebut ia keringkan. Dalam hatinya ia
ingin sekolah namun tak ingin membebani orang tuanya. Dari hasil menjual kelapa
selama setahun ia membeli sepeda bekas, seragam bekas, sepatu, buku, dan
pelepah kelapa yang setahun dikumpulkan dijualnya sekaligus, sebagian hasilnya
untuk mendaftar sekolah. Mujizat selalu terjadi pada setiap orang yang berharap
pada Tuhan. Masuk di SMP Muhammadiyah rupanya ada program orang tua asuh,
sehingga mas Untung tak perlu bayar SPP. Namun dia butuh buku, seragam, uang
jajan. Otaknya berfikir bagaimana caranya agar tidak minta ibu, ia minta
bantuan ibunya untuk membuatkan gorengan combro, keripik, bakwan. Seusai sholat
subuh dibawalah jajanan tersebut ke sekolah dengan sepeda kesayanganya. Karena
masih malu, ia berpesan pada penjaga kantin untuk tidak memberi tahu siapa
pemilik jajanan tersebut. Hingga lulus SMP hanya Satpam dan 1 orang penjaga
kantin yang tahu.
Tamat SMP lagi-lagi memiliki masalah
yang sama, namun berkat usaha ayahnya ia bisa masuk ke Sebuah Pondok pesantren
di Jawa Barat. Pondok pesantren tersebut menampung dari 27 Provinsi di
Indonesia, dari Jawa tengah ada 2 orang yakni Boyolali dan Kebumen. Total
angkatan mas Untung adalah 29 orang terdiri dari 12 santri dan sisanya
santriwati. Di tempat inilah suatu hari diundang acara oleh presiden Habibie.
Dan hanya 3 orang terbaik yang mewakili pondok pesantren, salah satunya Mas Untung.
Suatu kebanggaan anak kampung bisa berjabat tangan dengan presiden dan sholat
jum’at bersama pahlawan Revolusi A.H. Nasution. Setiap hari selepas Asar sampai
jam lima sore, semua santri dan santriwati bebas memilih program keahlian, ada
yang masak, menjahit, elektonik, mas Untung mengambil kursus Las. Rupanya benih
cinta seorang remaja mulai tumbuh, dan demi bisa bertemu melihat paras gadis
yang ia kagumi mas Untung sering pergi ke kursus salon. Dari sanalah ia belajar
memotong rambut. Dan mulailah ia mencukur rambut santri-santri lainnya,
upahnya ia kumpulkan.
Saat senggang mas Untung memandang
tanah kosong milik Pondok. Otaknya berfikir, lalu ia memberanikan diri bicara
ke pengasuh untuk menggarap sebagian tanah kosong tersebut untuk ditanami
terong. Permintaannya dikabulkan, saat yang lain bermain basket atau olah raga
lain, ia sendirian mulai menggarap sepetak tanah dan meminta dibelikan bibit
dengan system bagi hasil. Hasil penjualan terong rupanya menjadi inspirasi
kawan-kawannya, dan akhirnya semua tanah di garap bersama tak hanya terong
tetapi juga cabai dan sayuran lainya mereka kerjakan. Ada sebuah hadiah berupa
uang bagi yang Khatam Quran, jadi semakin sering Khatam maka semakin banyak
uang hadiahnya. Setahun berlalu, semua mendapat uang saku untuk kembali ke
kampung halaman masing-masing. Dengan bermodalkan uang cukur rambut, Khatam
Quran, Terong dan uang saku terakhir mas Untung kembali ke Gombong, tujuannya
satu ia harus masuk SMA. Masuk SMA Muhammadiyah kelas 1 ia melakukan hal yang
sama menitipkan jajanan ke kantin seusai sholat subuh dan masih tersembunyi.
Kelas 2 ia sudah tak malu lagi, dan mulai membuka praktek cukur rambut.
Usai SMA cita-citanya sebagai
Sarjana Ekonomi tak tercapai hanya mampu menempuh D1 di STIE. Berbagai profesi
telah ia jalani, mulai buruh pabrik, satpam, ngamen dan tentu saja cukur
rambut. Tidak kuliah bukan berarti berhenti belajar, buku apapun yang berhubungan
dengan ekonomi dan bisnis ia lahap. Dengan berjalannya waktu Tuhan memberinya
ide, dan ia ambil kesempatan yang ada. Saat ini ia memproduksi sabun cair dan
sedang meneliti herbal. Banyak pengalaman pahit dan manis yang ia alami namun
yang dapat di ringkas adalah :
Berbuatlah baik
pada semua orang, jangan mengharap balasan baik. Jika kita berbuat baik pada Si
A belum tentu Si A merespon baik, tapi lakukanlah yakinlah hasilnya pasti baik.
Suatu saat pasti Tuhan kirim si B yang akan membalas kebaikan kita. Saat ada
masalah, jangan panik ambil waktu menyendiri tanya sama Tuhan apa yang ia
inginkan, pasti Tuhan kasih jalan keluar. Ada kalanya terjadi kasus seperti ini
si C dan si D, si C merasa lebih taat beribadah. Ini hanya perasaan si C, belum
tentu di mata Tuhan seperti itu. Lalu si C dan si D memiliki masalah yang sama,
mereka berdoa minta rezeki 100 ribu. Namun apa yang terjadi si D dijawab
doanya, si C tidak dapat 100 ribu. Mau protes, tidak bisa manusia protes, kalau
menggerutu wajar. Kenapa manusia merasa tak adil karena manusia tak memahami
maksud Tuhan, bisa jadi Tuhan ingin memberi si C lebih dari 100 ribu tapi bukan
sekarang, atau bisa jadi Tuhan masih kangen pingin dengar suara si C, pingin
ngobrol. Manusia terdiri dari tiga bagian yakni leher ke atas adalah setan,
leher sampai pusar adalah malaikat, pusar ke bawah adalah hewan. Tuhan memberi
kita kebebasan untuk melakukan apa yang kita inginkan, namun ingat Tuhan sudah
memberi kita panduan agar kita menggunakan hati mengendalikan pikiran serta
hawa nafsu agar kita bersifat sebagai malaikat. Setiap tindakan, setiap ingin
melangkah tanyakan dulu ke Tuhan, pasti Tuhan memberi petunjuk lewat hati
nurani kita.
Kamis, 02 April 2020
Pageblug
“Apa yang pernah ada akan ada lagi,
dan apa yang pernah dibuat akan dibuat lagi; tak ada sesuatu yang baru di bawah
matahari.” Salomo Alias Sulaiman Bin Daud 970 – 931SM. Demikian halnya dengan
wabah atau dalam bahasa jawa PAGEBLUG, yang muncul dalam sejarah dunia antara
lain Pes, Kolera, Influensa dan salah satu wabah pes paling terkenal ialah The Black Death 1300-an M. Jadi Covid-19 kali
ini bukan hal yang baru, banyak peristiwa serupa di tiap suku yang terlewat
dalam catatan sejarah. Di Nusantara ini sebelum peristiwa besar terjadi selalu
ada tanda dari alam yakni Lintang Kemukus, sebuah bintang yang memancarkan
cahaya lebih terang beberapa malam. Rupanya adik iparku melihat Lintang
tersebut sebelum Covid-19 merebak. Di tahun 1970-an, menurut pengalaman ibuku
yang masih SD saat itu terjadi peristiwa yang hampir sama yakni pagi sakit sore
mati, sore sakit pagi mati. Saat itu teknologi tak seperti hari ini,
pengetahuan rakyat juga masih terbatas. Berikut cerita ibuku.
Seorang nenek pedagang sayur lelesan (rebelan)
di pasar Sleko, Madiun. Pendek, pesek, berkulit putih beliau sering mampir ke
rumah ibuku yang jaraknya tak jauh dari water toren. Tidak diketahui siapa nama
aslinya dan di mana rumahnya orang-orang memanggilnya mbah Dunuk. Suatu hari
mbah Dunuk memerintah nenekku, “Nduk buatlah nasi kuning, pastikan sekeluarga
makan lalu berikan kepada tetangga yang mau saja minimal satu suapan, yang
tidak mau jangan dipaksa, Mulai malam ini kamu dan seisi rumahmu jangan tidur
satu arah. Tidurlah dengan posisi malang melintang, seperti hewan tidur.”
Nenekku menuruti perkataan mbah Dunuk tanpa banyak pertanyaan. Keesokan harinya
datanglah pageblug, setiap orang sakit yang di bawa ke rumah sakit selalu
meninggal. Dan ibuku jatuh sakit, nenekku bersikeras tidak mengijinkan anaknya
di bawa ke rumah sakit. Yang dilakukan mbah Dunuk adalah memintakan obat ke
mbah Kus, segelas air putih yang telah di doakan diminum dan di usapkan ke
pusar dan cuci muka. 4 hari kemudian ibuku sembuh.
Bulan
berikutnya mbah Dunuk membawa janur dan meminta nenekku memasang janur kuning
tersebut di depan rumah, juga tetangga yang mau pasang silakan yang tidak mau
tidak boleh dipaksa. Bahkan ada yang berkata “pemulung kok dipercaya”, yang
berkata demikian mati. Setelah pegeblug selesai orang-orang yang ikut
makan nasi kuning serta memasang janur semuanya selamat. Mbah Dunuk pamit ke
nenekku, “Sudah nduk, sekarang pageblug sudah selesai sudah aman, aku pamit
pulang. Kamu dan keluargamu selalu berdoa marang Gusti.” Sejak hari itu ibuku
tak pernah bertemu lagi dengan mbah Dunuk.
Mungkin dengan pengetahuan kita
sekarang penyelamatan mbah Dunuk dianggap klenik, tapi bagi keluargaku orang
seperti mbah Dunuk adalah malaikat yang Tuhan kirim untuk menolong kita. Ayahku
pernah mendapat pertolongan dari seseorang yang tak di kenal, Budeku menyebut
mas Juremi. Kelak akan kubuat cerita sendiri. Sepanjang hidupkupun aku sering
ditolong oleh orang yang tak ku kenal. Bagiku begitulah cara Tuhan menolong
manusia, dengan menyuruh sesama manusia.
Langganan:
Postingan (Atom)