Rabu, 26 Oktober 2016

Dargom (III)

Sarikem mengikat rambutnya yang bergelombang, butiran keringat meluncur dibalik daun telinga menuju leher yang segera dihapus dengan tangan kanan seusai menyelesaikan ikatan terakhir, dilanjutkan mengusap keringat yang ada di kening. Lengan baju disingsingkan sampai di bawah siku, sementera kancing bajunya semua terbuka sehingga tampak jelas kaos hitam bertuliskan NRIMA ING PANDUM  menggunakan aksara jawa modern. Kakinya melangkah cepat di atas tanah merah yang tertimpa cahya mentari pagi. Di sebelahnya Atma yang berbadan tinggi  gemuk berusaha memperlambat langkahnya, namun tetap saja dua langkah bagi Atma sebanding dengan tiga langkah Sarikem.

"Aku tak berjanji kalau kamu diperbolehkan bergabung dengan kami." Atma bicara tanpa menoleh  ke Sarikem. Pandangan mereka berdua melayang jauh ke hijaunya pepohonan di kanan jalan sementara perkebunan sawi ada di sebelah kirinya.

"Aku yakin teman-temanmu mau mengikutsertakan aku." Sarikem begitu percaya diri. "Wanita punya kemampuan yang tak dimiliki laki-laki, dan setiap organisasi butuh kemampuan itu."

"Kita lihat saja nanti." Atma tanpa ekspresi.

Tiba di persimpangan mereka berkelok ke kanan, dari kejauhan tampak sebuah lubang besar menganga, ada jalur untuk kendaran besar dari pinggir melingkar sampai ke inti lubang.

"Itu bekas tambang Atma?" Sarikem tertegun sejenak.

"Benar Sarikem. Bekas tambang pasir yang sudah ditinggalkan sejak dua tahun silam tanpa ada reklamasi."

Pohon beringin besar tumbuh kekar di tepi tambang, akar-akarnya berjuntai bahkan ada yang merambat ke bibir bekas galian. Di bawahnya duduk seorang pemuda sedang asik mendengarkan temannya yang bicara dengan penuh semangat sambil berdiri.

"Bukan begitu Panji," pemuda yang berdiri bicara tanpa menyadari kedatangan Atma dan Sarikem. "Bukti kebenaran teori evolusi  Darwin ada di negara kita. Kau masih tak percaya juga."

"Tenang dulu, dengarkan penjelasankanku dulu Gus." Panji tampak begitu santai menanggapi kawanya. "Ah kebetulan sekali Atma datang, biar kita dengar pendapatnya. Tetapi kenapa kamu bawa cewek Atma? Kita ke sini mau rapat, bukan tamasya jangan bawa pacar."



"Dia bukan pacarku, aku juga tahu apa tujuan kita. Perkenalkan ini Sarikem temanku, Sarikem mereka temanku Panji dan Bagus." Panji beranjak dari duduknya, mereka saling berjabat tangan.

Seusai berjabat tangan dengan Sarikem Panji menyeret Atma menjauh dari pohon beringin. "Kamu sudah gila Atma, kita tak boleh membawa orang di luar kelompok dalam acara rapat  seperti ini. Apalagi kau membawa wanita."

"Aku tahu Panji. Namun dia bersikeras ingin bergabung dengan Kala Hitam. Masalah kita dengan kelompok Mamon sudah diketahui publik, dan dia ingin sekali membantu. Jadi apa salahnya."

"Urusan dengan Kelompok Mamon memang menjadi kekawatiran  bagi orang-orang yang kita bantu, namun kita tak pernah melibatkan orang luar dalam menyelesaikan masalah kita."

"Kita memang tidak akan menambah anggota, tetapi bukan berarti kita tak butuh bantuan orang lain." Entah sejak kapan Bejo sudah ada di belakang Panji. "Tujuan awal kita membantu rakyat miskin Indonesia bukan? Kini kita ada masalah dengan  Mamon dan ada orang luar yang ingin membantu, kenapa tidak. Aku juga membawa teman, kalian pasti masih ingat peristiwa Garudeya bukan." Bejo menunjuk Jaya yang bergabung dengan Sarikem dan Bagus. "Sebenarnya adiknya juga, namun adiknya masih harus menyelesaikan sekolahnya. Kita tunggu yang lain, jika sudah lengkap baru kita mulai rapat kita. Tanpa temanku dan teman Atma. Kamu boleh protes  nanti saat rapat, sekarang tunggu saja yang lain.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar