Kamis, 17 November 2022

Bukan tentang Salah Benar

  Sunandar tampak suntuk, “Toko Sabalila sudah 2 bulan tidak mengambil eternit dari kita Wil.” Ia bicara setelah meletakkan cangkir kopi yang baru saja diteguknya.

“Pantas saja omsetmu turun.” Jawab Wili, “biasanya mereka memesan dari kita 200-250 lembar. Kalau target kita 10.000 artinya hampir 25%  turun Ndar.”

“Ya, itulah yang terjadi Wil. Padahal dulu saat area Jawa Timur kamu pegang Toko Sabalila pembeliannya bagus.”

“Kira-kira apa alasannya?”

“Barangnya masih banyak.”

Wili berfikir sejenak, “Besok kita menghadap boss, nanti aku ikut kamu ke Banyuwangi.”

“Tapi kan wilayahmu Jawa Tengah, apa tidak masalah.”

“Bukankah dulu aku pernah pegang Jawa Timur, pastilah Tuan Abdulah masih mengenalku.”

Dua hari kemudian mereka ke ujung timur Pulau Jawa. Tuan Abdulah menyambut mereka dengan ramah, kopi, kacang rebus, singkong goreng dan pisang goreng menemani obrolan mereka.

“Tuan Abdulah, bagaimana penjualan bulan ini. Apakah lancar?” Setelah berbasa basi Wili langsung ke pokok permasalahan.

“Maaf Tuan Wili dan Tuan Sunandar, barangnya masih banyak. Jadi kami belum pesan lagi. Mungkin bulan depan.”

Wili berfikir sejenak, jawaban yang diperoleh sama persis dengan apa yang diceritakan Sunandar. Orangnya ramah, baik hati, jadi apa kesalahan kami?

“Maaf Tuan Abdulah, kami ini masih muda, masih butuh banyak belajar. Jika tuan berkenan, bolehlah tuan mengajari kami yang kurang berilmu ini.”

Tuan Abdulah memandang Wili beberapa saat. “Baiklah kalian ikut saya.”

Mereka bertigapun ke gudang, dilihatnya beberapa tumpukan eternit 50x50 dan ada yang cacat. “Begini tuan, ini ada kerusakan,  kami meminta ganti ke perusahanan kalian namun tidak diganti.” Tuan Abdulah menjelaskan dengan wajah kecewa.

Wilipun memperhatikan sekitarnya, dilihatnya martil di atas, dan cacatnya adalah bekas martil. Abdulah ini orang jujur pikir Wili, pastilah ulah tukang yang membohongi Abdulah. Secara dokumen memang bukan kesalahan perusahaan. Dari pabrik di Surabaya, dikirim ke expedisi cek listnya lengkap tidak ada yang rusak. Dari surat jalan expedisi diterima toko, semua barang OK. Artinya kerusakan ada di toko. Namun Abdulah tidak ikut control. 

“Baiklah tuan Abdulah, kerusakan akan kami ganti.”

Sontak Abdulah terkejut, “Bukankah secara perusahan tidak bisa?”

“Memang secara prosedur tidak bisa Tuan, tapi kali ini akan saya ganti. Hanya saya ada permintaan tuan.”

“Apa itu tuan Wili?”

“Kiriman selanjutnya, jika Tuan Abdulah memesan lagi mohon luangkan waktu untuk ikut mengecek sendiri barang yang datang. Agar kita tahu kerusakannya di expedisi atau dari pabrik kami.”

“Ya tuan, ya tuan, ya tuan.” Entah apa yang dipikirkan tuan Abdulah sampai mengatakan ya hingga tiga kali. Mungkin ia sadar kalau kesalahan ada pada pihak karyawannya.

Sunandar jelas tidak terima dengan keputusan Wili, namun Wili memastikan dia yang akan menanggung ke bosnya. Sesampainya di Surabaya, sudah pasti Bos marah besar. Karena jelas melanggar prosedur.

“Biar saya jelaskan dulu Bos.” Kata Wili tenang.

“Toko Sabalila order ke kita rata-rata 200 lembar perbulan, dalam 3 bulan mereka tidak ambil dari kita berarti kita sudah kehilangan pembeli 600 lembar. Yang rusak itu kira-kira 5-6 lembar, hanya 1%.” Lanjut Wili

“Tetapi tidak bisa seperti itu Wil, secara system penerimaan sudah OK. Dan kamu telah menemukan sendiri bukan, bahwa kemungkinan keteledoran karyawannya.”

“Benar bos, namun Tuan Abdulah ini orang jujur. Dan saya sudah memastikan kiriman selanjutnya akan control sendiri. Dan beliau mengiyakan bahkan sampai 3x.”

“Tapi, tidak bisa begitu.”

“Tenang bos, jika perlu potong gaji saya. Untuk mengganti kerusakan tersebut. Namun kedepan kita masih bisa kerjasama dengan Tuan Abdullah. Pabrik Eternit bukan hanya kita saja, jika sampai pabrik lain jualan ke Sabalila maka kemungkinan kita jualan ke sana nol”

Bos berfikir sejenak. “Benar juga idemu. Baiklah kita ganti.”

Bulan berganti bulan, penjualan baik wilayah Sunandar maupun Wili lancar. Wili mendapat apresiasi sebuah sepeda motor. Tahunpun berlalu, hingga tulisan ini dibuat Tandiyo Willy memiliki sebuah pabrik Daur Ulang Plastik Pradha Karya Perkasa. Sedangkan Sunandar menjual bubur ayam. Persahabatan mereka masih terjalin hingga saat ini.