Oleh : Mudji Isa
DIAM
Hatiku gelisah resah tak menentu
Melihat ketidakadilan di depan
mataku
Penjajahan di dunia belum
dihapuskan
Rakyat merana dan menderita
Indonesia negriku tercinta
Berlimpah ruah kekayaan alam
Bumimu banyak ditumbuhi tanaman
Lautmu membentang luas menantang
Namun kenapa rakyatku
Menjadi kuli di negri sendiri
Nasibnya ditentukan orang asing
Ku hanya diam tak mampu berkata
Labuhan Batu, 1
Sept’ 2010
SIA-SIA
Kami melangkah resah
Berjalan di bawah mentari
Mengulangi apa yang terjadi kemarin
Melakukan pekerjaan yang sia-sia
Kami terkurung
Tanpa ada kesempatan
Kami termenung
Tanpa ada tindakan
Hampa dan gelisah
Di bawah mentari
Teriknya menyinari
Tapi tak mampu singkirkan
Kegelapan dalam jiwa
Labuhan Batu, 7
Sept’ 2010
GELAP
Dalam gelap senyap tanpa suara
Aku menahan perih tercekik
Tak sepatah kata terucap
Hanya gelisah dan amarah
Melekat dalam dada
Akankah ini berakhir
Bilakah ini berujung
Aku bertanya pada bayang-bayang
maut
Jauh dalam gelap
Tempat berkumpul arwah nenek moyang
Namun tak ada jawab kudapat
Fajar segera tiba
Kemudian akan disusul lagi malam
yang pengap
Tiada lagi harapan
Tiada lagi asa
Tertinggal hanya puing kehancuran
jiwa
Labuhan Batu, 8
Sept’ 2010
TERULANG
Sudah lima bulan sepuluh hari kami
di sini
Mengulangi hari-hari yang sama
Ingin kami teriak tapi tak ada yang
mendengar
Ingin kami berlari tapi kami
terikat
Kami terjebak dalam perjanjian
sepihak
Kami mengulangi sejarah
Apa yang terjadi pada nenek moyang
kami
Kini terulang kembali
Rakyat hanya bisa menjalani
Tanpa ada kemampuan melawan
Hanya diam dan bekerja
Dalam apa yang disebut cultuur
stelsel
Tanah dan air adalah milik negara
Dan digunakan untuk kesejahteraan
rakyatnya
Tapi kenapa kami menjadi kuli
Menggali tanah kami untuk orang
asing
Labuhan Batu, 10
Nov’ 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar