Minggu, 16 Februari 2014

SYAIR DAN PUISI SUM-UT


Oleh : Mudji Isa



DIAM

Hatiku gelisah resah tak menentu
Melihat ketidakadilan di depan mataku
Penjajahan di dunia belum dihapuskan
Rakyat merana dan menderita

Indonesia negriku tercinta
Berlimpah ruah kekayaan alam
Bumimu banyak ditumbuhi tanaman
Lautmu membentang luas menantang

Namun kenapa rakyatku
Menjadi kuli di negri sendiri
Nasibnya ditentukan orang asing
Ku hanya diam tak mampu berkata

Labuhan Batu, 1 Sept’ 2010

SIA-SIA

Kami melangkah resah
Berjalan di bawah mentari
Mengulangi apa yang terjadi kemarin
Melakukan pekerjaan yang sia-sia

Kami terkurung
Tanpa ada kesempatan
Kami termenung
Tanpa ada tindakan
Hampa dan gelisah

Di bawah mentari
Teriknya menyinari
Tapi tak mampu singkirkan
Kegelapan dalam jiwa

Labuhan Batu, 7 Sept’ 2010

GELAP

Dalam gelap senyap tanpa suara
Aku menahan perih tercekik
Tak sepatah kata terucap
Hanya gelisah dan amarah
Melekat dalam dada

Akankah ini berakhir
Bilakah ini berujung

Aku bertanya pada bayang-bayang maut
Jauh dalam gelap
Tempat berkumpul arwah nenek moyang
Namun tak ada jawab kudapat

Fajar segera tiba
Kemudian akan disusul lagi malam yang pengap
Tiada lagi harapan
Tiada lagi asa
Tertinggal hanya puing kehancuran jiwa


Labuhan Batu, 8 Sept’ 2010

TERULANG

Sudah lima bulan sepuluh hari kami di sini
Mengulangi hari-hari yang sama
Ingin kami teriak tapi tak ada yang mendengar
Ingin kami berlari tapi kami terikat

Kami terjebak dalam perjanjian sepihak
Kami mengulangi sejarah
Apa yang terjadi pada nenek moyang kami
Kini terulang kembali

Rakyat hanya bisa menjalani
Tanpa ada kemampuan melawan
Hanya diam dan bekerja
Dalam apa yang disebut cultuur stelsel

Tanah dan air adalah milik negara
Dan digunakan untuk kesejahteraan rakyatnya
Tapi kenapa kami menjadi kuli
Menggali tanah kami untuk orang asing

Labuhan Batu, 10 Nov’ 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar