Pada
zaman kejayaan Majapahit, bangsa kita mengenal tiga agama yaitu Siwa (Hindu),
Budha, Karsian (Rsi). Pada saat itu konflik antar agama ada, tetapi nenek
moyang kita sudah memiliki kesadaran untuk bersatu. Kita bisa melihat upaya penyatuan
keberagaman agama yang ada dengan berbagai karya sastra (kakawin) pada
abad12-13 M, contohnya Sutasoma dan Kunjarakarna karya Mpu Tantular. Dalam
Sutasoma dikatakan "Hyang Buddha Tan Pahi Lawan Siwa Raja Dewa... Bhinneka Tungal Ika Tan HAna Dharma Mangrwa. Yang artinya Hyang Buddha Tidaklah Berbeda Dengan Bhattara Siwa...Berbeda, Namun Satu, Tidak ada Dharama mendua. Atau dalam terjemahan lain dikatakan : Siwa tidak nyata, Budha tidak nyata tetapi kebenaran nyata
adanya, walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu jua tak ada agama dengan tujuan
berbeda.” Sedangkan dalam Kunjarakarna
tertulis “ Seseorang tidak akan mencapai pelepasan terakhir walaupun mengambil
jalan sebagai wiku jika menganggap dewanya lebih unggul dari yang lain.” Dari kedua
karya tersebut kita bisa melihat bahwa Mpu Tantular sebagai penganut Budha
menghargai dan menghormati penganut Siwa dan Rsi.
Jauh sebelum Majapahit, di Mataram
kuno (abad 8-9M) terdapat dua tempat ibadah yang berdampingan. Kita bisa
melihat Candi Prambanan sebagai tempat pemujaan Siwa dan Candi Sewu di sebelahnya
sebagai candi Budha. Kita masih bisa melihat kebudayaan peninggalan nenek
moyang kita di Bali, dimana persatuan antara Hindu-Budha masih dilestarikan.
Maka Hindu Bali menjadi sangat berbeda dengan Hindu India, karena Hindu Bali
merupakan hasil persatuan agama nenek moyang kita. Di zaman Nederland Hindi
sampai Indonesia merdeka saat ini kita juga masih bisa melihat persatuan
agama-agama yang ada. Hampir disetiap kota, khususnya di pulau jawa, pusat kota
selalu ada alun-alun yang dikelilingi pusat perbelanjaan, kantor pemerintahan,
Masjid, Klenteng, Gereja Katholik dan Protestan. Namun apakah antar individu
umat beragama benar-benar bersatu sama seperti bangunan tersebut diatas?
Sayangnya persatuan umat beragama
hanya slogan saja. Kenyataannya dua agama Islam dan Kristen (Katholik dan
Protestan) tidak pernah benar-benar hidup berdamai satu sama lain. Saat ini
mayarakat menganggap bahwa Kristen merupakan agama barat dan Islam agama timur
yang saling bertentangan. Memang Kristen masuk ke Indonesia melalui Postugis
dan Belanda, tetapi tidak ada agama yang lahir di barat. Hindu-Budha di India,
Islam di Arab, Kristen di Israel, semuanya dari Asia. Hanya saja Kristen
menjadi besar di Barat pada zaman Romawi berkuasa, kemuadian Kristen terbagi
dua yaitu Kristen barat (Eropa) dan
timur (Asia). Ketika Islam lahir, pihak Islam mengusai wilayah Kristen
timur dan Kristen barat menyerukan perang untuk membela saudara-saudaranya di
timur. Sehingga lahirlah perang salib yang sampai saat ini membuahkan kebencian
diantara kedua agama tersebut.
Secara tidak langsung para pembawa
Islam dan Kristen di Indonesia membawa juga pengaruh perang salib tersebut.
Jika kita melihat secara keseluruhan Islam, Kristen dan Yahudi merupakan satu
akar yang tidak pernah bersatu, sehingga para pemeluk Kristen dan Islam tak
akan pernah bersatu karena doktrinnya selalu menyalahkan satu sama lain. Padahal
bangsa Indonesia tidak pernah ikut terlibat dalam perang salib, tidak pernah
terlibat pada konflik tiga agama tersebut dan tidak ada hubungan darah dengan
orang-orang timur tengah. Ketika Kejawen menyatukan semua unsur agama mulai
dari Hindu-Budha, Islam dan Kristen, justru dianggap sesat oleh pihak Islam
maupun Kristen. Padahal Kejawen menganggap semuanya baik, Kejawen tidak
tergantung oleh sang pembawa agama. Orang-orang Kejawen menghayati
spiritualitas berdasarkan rasa dan hubungan langsung dengan Sang Pencipta. Namun dianggap pemuja arwah
dan setan. Seharusnya kita sadar bahwa tidak ada agama yang lahir di Indonesia,
semua dari luar. Jika kita sudah yakin memilih salah satunya biarlah kita
jangan mempengaruhi yang lain dan jangan juga terpengaruh. Biarlah kita saling
menghormati pilihan masing-masing. Jangan menganggap diri sendiri benar dan
yang lain salah.
Setiap agama tidak pernah
mengajarkan kejahatan bukan. Jadi dari pada kita mencari-cari kesalahan dan
kelemahan agama lain lebih baik kita berlomba-lomba menjalankan perintah Tuhan
berdasarkan kepercayaan yang kita pilih. Yesus berkata “Jangan menghakimi jika
tidak ingin dihakimi” Maka jangan membenci jika tidak ingin dibenci, jangan
menganggap yang lain salah jika tidak ingin disalahkan. Budha berkata “aku
adalah kamu, kamu adalah aku.” Yesus berkata “kasihilah sesamamu manusia seperti
engkau mengasihi diri sendiri.” Kedua perkataan tadi memiliki makna yang sama,
jadi marilah kita saling berlomba berbuat kasih dan jangan mencari kesalahan
orang lain. Seperti harapan Mpu Tantular “walaupun berbeda-beda tetap satu jua”
karena kita adalah sama, sama-sama manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar