Minggu, 16 Februari 2014

BEDA TETAPI TETAP SATU


Pada zaman kejayaan Majapahit, bangsa kita mengenal tiga agama yaitu Siwa (Hindu), Budha, Karsian (Rsi). Pada saat itu konflik antar agama ada, tetapi nenek moyang kita sudah memiliki kesadaran untuk bersatu. Kita bisa melihat upaya penyatuan keberagaman agama yang ada dengan berbagai karya sastra (kakawin) pada abad12-13 M, contohnya Sutasoma dan Kunjarakarna karya Mpu Tantular. Dalam Sutasoma dikatakan "Hyang Buddha Tan Pahi Lawan Siwa Raja Dewa... Bhinneka Tungal Ika Tan HAna Dharma Mangrwa. Yang artinya Hyang Buddha Tidaklah Berbeda Dengan Bhattara Siwa...Berbeda, Namun Satu, Tidak ada Dharama mendua. Atau dalam terjemahan lain dikatakan :  Siwa tidak nyata, Budha tidak nyata tetapi kebenaran nyata adanya, walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu jua tak ada agama dengan tujuan berbeda.”  Sedangkan dalam Kunjarakarna tertulis “ Seseorang tidak akan mencapai pelepasan terakhir walaupun mengambil jalan sebagai wiku jika menganggap dewanya lebih unggul dari yang lain.” Dari kedua karya tersebut kita bisa melihat bahwa Mpu Tantular sebagai penganut Budha menghargai dan menghormati penganut Siwa dan Rsi.
            Jauh sebelum Majapahit, di Mataram kuno (abad 8-9M) terdapat dua tempat ibadah yang berdampingan. Kita bisa melihat Candi Prambanan sebagai tempat pemujaan Siwa dan Candi Sewu di sebelahnya sebagai candi Budha. Kita masih bisa melihat kebudayaan peninggalan nenek moyang kita di Bali, dimana persatuan antara Hindu-Budha masih dilestarikan. Maka Hindu Bali menjadi sangat berbeda dengan Hindu India, karena Hindu Bali merupakan hasil persatuan agama nenek moyang kita. Di zaman Nederland Hindi sampai Indonesia merdeka saat ini kita juga masih bisa melihat persatuan agama-agama yang ada. Hampir disetiap kota, khususnya di pulau jawa, pusat kota selalu ada alun-alun yang dikelilingi pusat perbelanjaan, kantor pemerintahan, Masjid, Klenteng, Gereja Katholik dan Protestan. Namun apakah antar individu umat beragama benar-benar bersatu sama seperti bangunan tersebut diatas?
            Sayangnya persatuan umat beragama hanya slogan saja. Kenyataannya dua agama Islam dan Kristen (Katholik dan Protestan) tidak pernah benar-benar hidup berdamai satu sama lain. Saat ini mayarakat menganggap bahwa Kristen merupakan agama barat dan Islam agama timur yang saling bertentangan. Memang Kristen masuk ke Indonesia melalui Postugis dan Belanda, tetapi tidak ada agama yang lahir di barat. Hindu-Budha di India, Islam di Arab, Kristen di Israel, semuanya dari Asia. Hanya saja Kristen menjadi besar di Barat pada zaman Romawi berkuasa, kemuadian Kristen terbagi dua yaitu Kristen barat (Eropa) dan  timur (Asia). Ketika Islam lahir, pihak Islam mengusai wilayah Kristen timur dan Kristen barat menyerukan perang untuk membela saudara-saudaranya di timur. Sehingga lahirlah perang salib yang sampai saat ini membuahkan kebencian diantara kedua agama tersebut.
            Secara tidak langsung para pembawa Islam dan Kristen di Indonesia membawa juga pengaruh perang salib tersebut. Jika kita melihat secara keseluruhan Islam, Kristen dan Yahudi merupakan satu akar yang tidak pernah bersatu, sehingga para pemeluk Kristen dan Islam tak akan pernah bersatu karena doktrinnya selalu menyalahkan satu sama lain. Padahal bangsa Indonesia tidak pernah ikut terlibat dalam perang salib, tidak pernah terlibat pada konflik tiga agama tersebut dan tidak ada hubungan darah dengan orang-orang timur tengah. Ketika Kejawen menyatukan semua unsur agama mulai dari Hindu-Budha, Islam dan Kristen, justru dianggap sesat oleh pihak Islam maupun Kristen. Padahal Kejawen menganggap semuanya baik, Kejawen tidak tergantung oleh sang pembawa agama. Orang-orang Kejawen menghayati spiritualitas berdasarkan rasa dan hubungan langsung dengan  Sang Pencipta. Namun dianggap pemuja arwah dan setan. Seharusnya kita sadar bahwa tidak ada agama yang lahir di Indonesia, semua dari luar. Jika kita sudah yakin memilih salah satunya biarlah kita jangan mempengaruhi yang lain dan jangan juga terpengaruh. Biarlah kita saling menghormati pilihan masing-masing. Jangan menganggap diri sendiri benar dan yang lain salah.
            Setiap agama tidak pernah mengajarkan kejahatan bukan. Jadi dari pada kita mencari-cari kesalahan dan kelemahan agama lain lebih baik kita berlomba-lomba menjalankan perintah Tuhan berdasarkan kepercayaan yang kita pilih. Yesus berkata “Jangan menghakimi jika tidak ingin dihakimi” Maka jangan membenci jika tidak ingin dibenci, jangan menganggap yang lain salah jika tidak ingin disalahkan. Budha berkata “aku adalah kamu, kamu adalah aku.” Yesus berkata “kasihilah sesamamu manusia seperti engkau mengasihi diri sendiri.” Kedua perkataan tadi memiliki makna yang sama, jadi marilah kita saling berlomba berbuat kasih dan jangan mencari kesalahan orang lain. Seperti harapan Mpu Tantular “walaupun berbeda-beda tetap satu jua” karena kita adalah sama, sama-sama manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar