Jumat, 30 Juni 2017

Warisan Majapahit (TIGA BUKIT )

"Saat manusia hadir di bumi, tugas dan tanggung jawabnya hanya atas seluruh bumi, tak lebih. Jika di luar bumi ada kehidupan atau tidak manusia hanya sebatas pengamat alam semesta tak punya wewenang apapun atas adanya kehidupan atau tiadanya kehidupan di luar bumi. Segala gejala alam di atas muka bumi silih berganti mendatangkan kematian bagi manusia, namun kondisi apapun tak pernah menjadikan manusia punah. Kematian selalu datang, kelahiran menggantikan kehidupan generasi lama ke generasi selanjutnya, pengetahuan berkembang antar generasi. Tugas manusia adalah memelihara bumi sebagai tempat dan sumber kehidupan, bukan mencari planet lain yang memungkinkan untuk kita tinggali dan menelantarkan bumi yang telah mengasuh manusia jutaan tahun. Bayangkan bila ada planet yang bisa menggantikan fungsi bumi, banyak hal yang harus kita tempuh untuk menguasainya. Jika bintang terdekat dari tata surya saja jaraknya adalah 4,2 tahun cahaya, artinya jika kita memiliki pesawat luar angkasa yang mampu terbang dengan kecepatan cahaya yaitu 299.792.458 meter per detik, kita naik pesawat tersebut selama 4,2 tahun baru mencapai bintang terdekat dengan matahari. Kita anggap saja bila ada planet mirip bumi masih di galaksi yang sama dengan jarak 200 tahun cahaya, dan kita mampu menciptakan pesawat luar angkasa dengan kecepatan mendekati kecepatan cahaya. Lalu setiap manusia rata-rata usia 25 tahun punya anak maka, 200 tahun dibagi 25 tahun per generasi yaitu selama 8 generasi manusia akan tinggal dalam pesawat. Bumi awalnya sejarah yang diceritakan lama kelamaan bumi hanya menjadi dongeng, sebab sejarah masih meninggalkan artefak untuk dipelajari namun butuh 8 generasi lagi untuk mempelajari bumi. Sesudah sampai pada planet yang di tuju, pastilah sudah ada kehidupan yang menguasai planet tersebut. Agar manusia bisa tinggal di sana mau tidak mau, suka tidak suka pastilah terjadi peperangan untuk memperebutkan air dan tanah. Penduduk asli pasti tidak akan rela jika tanah dan airnya diduduki begitu saja oleh mahluk asing. Selama bertahun-tahun, para astronom telah menjelajahi antariksa untuk menemukan planet mirip bumi di sistem bintang asing, dengan harapan akan menemukan planet yang dapat menyokong kehidupan. Berdasarkan laporan University of Puerto Rico at Arecibo dan NASA, Kepler-186f adalah salah satu dari 8 planet yang mirip dengan bumi. Planet seukuran bumi ini berada sekitar 500 tahun cahaya dari bumi, tepatnya pada konstelasi Cygnus. Bisa dibayangkan perjalanan ke sana bukan? Maka dari itu selama kita masih ada di bumi, marilah kita pelihara bumi kita dari kerusakan yang diakibatkan oleh keserakahan manusia itu sendiri. Jadi, aku tidak setuju dengan rencanamu kangmas Dwi Bhaskara." Pria kurus, rambut lurus, kumis tipis, kulit coklat bicara serius.

"Dimas Tri Bhaskara." Lelaki dengan warna kulit lebih gelap dari lawan bicaranya, badan kekar, rambut keriting menanggapi. "Coba kamu fikir, dari ayah kita, kakek, buyut, canggah, wareng, utek-utek gantung siwur dan seterusnya sampai moyang kita yang pertama memperoleh tanah ini, khusus ketiga bukit itu tak pernah bisa produktif. Hanya bisa ditanami jagung dan akses jalannyapun susah. Mbakyu Palupi sudah setuju dengan saranku, tinggal kamu yang belum setuju jika ketiga bukit warisan keluarga kita dijadikan tambang bahan baku keramik." Dwi menarik nafas sejenak. "Jadi begini Dimas, tujuan utamaku adalah meratakan ketiga bukit agar bisa datar sehingga bisa mendapat akses air. Kelak tanahnya digali hingga ketinggian di bawah permukaan sungai yang terletak di sisi bukit paling utara. Kita aliri air untuk persawahan, selama penambangan akan dibuatkan jalan untuk truck, kelak jalan tersebut akan kita manfaatkan juga untuk kepentingan sawah kita Dimas Tri."

"Tetapi kenyataan tak akan seperti bayangan kangmas Dwi." Tri  menyanggah. "Dalam kegiatan menambang pertama harus dibuang dulu lapisan yang paling atas, yaitu tanah humus dengan ketebalan 20 hingga 25 centimeter. Baru digali untuk bahan baku keramik, membutuhkan waktu bertahun-tahun. Kita tidak tahu apakah semua bukit berisi tanah yang dibutuhkan atau tidak. Bisa jadi penambangan akan berhenti saat ketinggian masih di atas permukaan sungai atau justru berlanjut semakin dalam hingga membentuk kubangan raksasa. Jika sudah demikian yang tersisa hanya batuan cadas, tak ada lagi tanah humus. Bagaimana mungkin kita akan menyuburkan lagi tanah bekas galian tambang itu kangmas."

"Memang prosesnya tidak langsung. Kita bisa menggunakan pupuk kandang, tanah untuk tanaman hias yang dijual bebas."

"Dan itu tanggung jawab kita untuk mengembalikan kesuburan tanah kangmas."

"Benar Dimas."

" Jadi apa tanggungjawab penambang dan aparat pemerintahan, mereka hanya menerima hasil penjualan bahan galian sesudah itu menelantarkan begitu saja. Kangmas jangan mau dimanfaatkan mereka. Kita hanya dibodohi mas."

"Daripada ketiga bukit itu tidak produktif, bukankah lebih menguntungkan bagi kita kelak. Lagipula aku yang mempunyai ide meratakan bukit. Jika kita menyewa alat berat jelas tak ada uang. Namun jika dikelola penambang kita tidak keluar biaya justru mendapatkan keuntungan ganda, tanah kita diratakan dan kita mendapat uang."

Mereka terdiam tenggelam dalam fikiran masing-masing. Memandang tiga buah bukit yang tak terlalu tinggi diantara persawahan. Sementara di belakang mereka berdiri tegak gunung penanggungan. Perlahan mentari tenggelam dibalik bukit, sedang sinarnya masih memancar jingga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar