Kamis, 29 Juni 2017

Warisan Gajah Mada


1939 Saka, 653 tahun setelah Adimenteri Gajah Mada sang pemersatu nusantara mangkat, kerajaan Majapahit telah berubah menjadi wilayah kota dan kabupaten Mojokerto. Banyak arkeolog, epigraf, dan ahli sejarah kuno Indonesia berusaha menguak sejarah kehidupan zaman keemasan Majapahit, berbagai upaya penelitian dilakukan. Akan tetapi penduduk Mojokerto yang adalah keturunan Majapahit memiliki pandangan sendiri tentang nenek moyangnya, walaupun tak mengesampingkan hasil temuan para ilmuwan serta pandangan saudara sedarah yakni Tengger, Osing dan Bali.

Sebuah warung kopi di antara banyaknya warung kopi desa Sumber kecamatan Mojosari tampak lenggang sebab senja baru saja berlalu. Baru ada dua pembeli, seorang pria tinggi sekitar 170 cm, berat badan ideal, rambut pendek bergelombang, hidung sedikit mancung tapi tetap khas asia, rahang besar, kulit kuning langsat, mata hitam mengenakan celana coklat dan baju kemeja kotak-kotak warna biru putih lengan panjang disingsingkan di bawah siku menikmati segelas kopi susu. Kawannya sedikit lebih pendek, rambut lurus, kulit sedikit lebih gelap, hidung hampir sama, mengenakan celana biru dan kaos putih bergambar wayang kulit Bima, menikmati kopi hitam.

"Kalian datang ke sini berpura-pura ingin mencari dan merekonstruksi Majapahit. Padahal nenek moyang kalianlah yang meruntuhkannya. Benar begitukan Jaya." Kata si kaos putih pada si baju kotak-kotak.

"Tidak sepenuhnya benar Madyantara." Jawab si pria berbaju kotak-kotak. "Pada dasarnya nenek moyang kita sama, hanya saja suatu yang wajar jika sebuah kerajaan berdiri, runtuh dan muncul kerajaan baru lagi. Dari Mataram Kuno tempat kelahiranku dan ayahku Kerajaan berpindah ke Medang tempat kelahiran ibuku, lalu berpindah-pindah hingga masa runtuhnya Majapahit bersama lahirnya Demak Bintoro. Saat ini kerajaan Mataram dan semua kerajaan nusantara tunduk di bawah NKRI. Jadi meskipun aku dari Magelang Jawa Tengah, bukan berarti moyangku yang menghancurkan tempat ini. Semua terjadi melintasi sejarah panjang. Saat ini aku kemari karena rasa cinta tanah air Indonesia serta rasa bangga pada nenek moyang kita."

Madyantara hampir saja menumpahkan kopi dari mulutnya saat menahan tawa. Sesudah menelan habis kopi yang ada di mulut iapun berkata. "Jaya, Jaya. Kalimat terakhirmu itu kata-kata saat SD, agar kelak kita berguna bagi bangsa dan negara. Kenyataan setelah besar apa? Kita hanya jadi kuli pabrik Jaya. Bahkan kamu dan kawan-kawanmu merantau kemari hanya jadi kuli pabrik. Untuk apa, untuk uang Jaya. Agar kita bisa cukup sandang pangan papan."

"Justru itu Widyantara, dengan uang kita bisa membangun Nusantara ini. Tak hanya cukup untuk diri sendiri, dengan uang kita bisa menyejahterakan rakyat, semua merasakan keadilan sosial. Dan kekayaan itu ada di sini, disimpan secara rahasia oleh Raja-Raja Majapahit. Berdasarkan penuturan orang-orang tua di tempatku, harta kekayaan Majapahit masih tersimpan dan itu cukup untuk membuat Indonesia Jaya di mata dunia sehingga kita tak lagi bergantung pada bank dunia."



"Suku kita hanya mendapat cerita secara tutur tinular, dari penutur awal hingga tiba di telinga kita entah seberapa banyak yang dipenggal dan ditambah. Kita tak mau percaya begitu saja, tetapi mana mungkin ayah berbohong pada kita anaknya, kakek berbohong pada ayah kita, buyut berbohong pada kakek kita, canggah berbohong pada buyut kita, wareng berbohong pada canggah kita, utek-utek gantung siwur berbohong pada wareng kita dan seterusnya hingga ke pelaku sejarah. Namun sama halnya kita saat ini yang memiliki kemampuan berbeda-beda dalam menangkap peristiwa untuk menceritakan ulang secara lisan pastilah dengan gaya bahasa masing-masing dan dengan tanpa sadar menambahi agar bisa dipahami pendengar, juga mengurangi dengan tanpa sengaja karena ingatan yang terbatas.

Celakanya zaman sekarang banyak orang yang tak dapat membedakan mana sejarah mana fiksi sejarah. Tak sedikit yang percaya bahwa Ratu Kencana Wungu, Arya Kamandanu merupakan tokoh sejarah padahal mereka adalah tokoh fiksi yang berlatar belakang sejarah. Ada lagi sesuatu yang belum pasti dan menjadi perdebatan sarjana di bidangnya justru dipercayai sepenuhnya oleh rakyat. Sebagai contoh ramalan Jayabaya, semua orang percaya bahwa itu benar-benar ramalan Raja Kediri padahal masih dalam penyelidikan tentang siapa penulis dan kapan ditulis. Contoh lain ialah tetang siapa raja Majapahit terakhir antara Bhre Kertabhumi atau Dyah Ranawijaya, namun ketika kita bertanya pada siapapun jawabannya sama yaitu Brawijaya." Widyantara berhenti sejenak. "Tiap keluarga punya kisah yang diturunkan. Jika boleh tahu kisah apa yang sampai di telingamu Jaya?"

"Bukan dari keluarga, namun dari seseorang yang meneliti Majapahit secara gaib. Masalah kebenarannya masih harus dibuktikan secara ilmiah." Jaya menerangkan." Menurut beliau, Gajah Mada punya kemampuan meramal seperti Prabu Jaya Baya. Dalam menaklukan Nusantara Gajah Mada tidak selalu dengan peperangan. Mereka mengunjungi kerajaan lain dengan meramal hal-hal yang baik, merasa ramalannya sesuai maka kerajaan tersebut memberi upeti pada Majalahit. Selanjutnya Gajah Mada melakukan hal yang sama pada kunjungan kedua. Namun saat kunjungan ketiga, bukan hal baik yang diramal, melainkan hal buruk. Karena ketakutan maka kerajaan tersebut akan minta pertimbangan, dan diberikanlah nasehat. Dengan demikian upeti pada kunjungan ketiga semakin besar.


Tak hanya itu, sempat Kerajaan Filipina dan Vietnam belajar santet dari Gajah Mada untuk mengalahkan Mongolia. Kekayaan Majapahit masih di simpan sampai hari ini dilindungi secara gaib dipakai untuk membangun Indonesia melalui IMF dan PBB. Bahkan semua keputusan PBB ada ditangan ketuanya."

"Apa katamu? KetuaPBB? Mana ada."

"Benar yang kita kenal hanya Sekretaris Jendral PBB. Namun adakah organisasi tanpa pimpinan, hanya sekretaris. Dan kamu tahu Widyantara, ketua PBB adalah orang Indonesia, keturunan Majapahit. Berdasarkan ramalan Sabdo Palon Majapahit akan muncul lagi setelah 500 tahun runtuhnya. Saat ini sudah ada penelitian mengenai pusat Majapahit yang ternyata berpindah-pindah seperti Mataram Hindu. Pusat kerajaan terbesar dan terakhir terletak di Wonosalam sekarang, Mojosari tempat kita ngopi ini juga merupakan pusat kerajaan, dahulu namanya Sari Mojo. Pembangunan tol Pantura dan Papua menggunakan dana Majapahit, juga pengecoran jalan di kabupaten Mojokerto. Dari mana dananya, bukan dari dunia melainkan dana kekayaan Majapahit itu sendiri."

"Jika kita punya warisan sebanyak itu kenapa harus susah-susah jadi kuli pabrik. Tetapi tak sembarang orang yang tahu letaknya bukan."

"Tak tahu bukan berarti tak bisa dicari bukan? Kamu keturunan Majapahit pasti bisa mencarinya."


Tidak ada komentar:

Posting Komentar