Senin, 06 Juni 2022

#ceritamudji #11 - #13

 

#ceritamudji #11

Setelah melewati beberapa tanjakan dan turunan yang menikung, akhirnya Jaya dan Dani sampai juga ke sebuah bendungan di kaki gunung. Mereka berhenti, Jaya membuka  hp memastikan lagi, setelah yakin barulah memarkirkan sepeda motornya.  

"Benar ini tempatnya mas Jaya."

"Berdasarkan koordinat yang ditulis kakekmu, titiknya ada di sana Dani." Jaya menunjuk area bendungan agak ke tengah. "Sebaiknya kita sarapan dulu."

Merekapun mampir ke sebuah warung, Jaya memesan nasi rames, sedangkan Dani nasi gudeg krecek. Ditemani teh hangat, tahu susur tempe goreng tepung dan saren goreng.

Usai sarapan, mereka memesan perahu yang memang untuk pariwisata. Namun mereka tidak berkeliling, melainkan langsung menuju titik koordinat. Perahu melaju pelan, sambil menyesuaikan google map di hp Jaya. Setelah sampai, mereka berhenti. Dani memanjatkan doa, kemudian dari tasnya ia mengeluarkan bungkusan kecil, serta botol kecil berisi air.  Setelah dibuka bungkusan tersebut adalah segenggam tanah. Dani menaburkan tanah dan menuangkan air dalam botol.
Jaya dan tukang perahu hanya mengamati saja apa yang dilakukan Dani.

#ceritamudji  #12

Untuk beberapa waktu mereka bertiga hanya diam. Tak ada yang memulai pembicaraan. Dari tepi meluncur perahu lain, tidak membawa wisatawan keliling bendungan, melainkan hanya satu orang gemuk saja menuju ke arah mereka.

Kedua perahu itupun merapat, si gendut mengamati Dani sebelum bicara dengan lantang "Gunung Merapi mengirimkan pasir ke Kali Putih dan Kali Krasak."

"Kali Elo dan Progo bersatu di Segara Kidul." Sahut Dani. Dan tanpa aba-aba merekapun saling senyum.

"Pak Lik Karsa, biarkan mereka aku yang mengantar ke tepi." Kata Si Gendut ke tukang perahu yang ditumpangi Jaya dan Dani.

"Baik Den. Kata pak Karsa."

Setelah Jaya membayar sewa perahu ke pak Karsa sesuai kesepakatan mereka berdua pindah ke perahu si gendut. Pak Karsapun menepi, mencari wisatawan lain.

"Namaku Atma, cucu Eyang Darsudi." Si gendut memperkenalkan diri. "Kamu pasti cucu Eyang Darsono bukan?"

"Benar, namaku Dani." Dani menjabat tangan Atma. "Dan mas Jaya ini yang mengantarku ke sini."

"Jaya." Jaya menjabat tangan Atma.

"Mas Jaya disuruh Eyang Darsu bukan?"

"Mas Atma kenal Eyang Darsu? Dan bagaimana bisa tahu saya?"

"Suatu sore di sebuah warung, saya melihat mas Jaya dengan temannya yang agak pendek berkacamata ngobrol dengan Eyang Darsu. Kebetulan saya jadi tukang parkir waktu itu."

"Lha mas ini sebenarnya profesinya apa? Parkir, sekarang jadi tukang perahu. Sedang pak Karsa tadi memanggil Den, berarti Raden yang artinya bangsawan."

"Bukan, saya hanya orang biasa. Lik Karsa itu kalau menghormati orang panggil Den. Apalagi sama wisatawan."

Jaya hanya mengangguk saja, walau hatinya masih banyak pertanyaan. Namun pikirnya urusan Dani lebih penting.

#ceritamudji #13

Merekapun menepi. Perahu diserahkan ke orang lain. Atma mengambil sepeda motor dan diikuti oleh Jaya dan Dani.  Dua motor melaju ke arah dari mana Jaya datang tadi, udara sangat sejuk.  Setelah melewati beberapa perkampungan dan beberapa perkebunan, sampailah mereka ke daerah yang cukup ramai. Pedadang sayur ada di kiri kanan jalan, antara mobil, sepeda motor, pejalan kaki, becak begitu padat merayap. Setelah agak longgar mereka belok ke kiri, ke kiri lagi menuju perkampungan yang cukup sempit.   Atma memarkirkan sepeda motornya didepan  sebuah rumah, Jaya mengikutinya.

"Silakan masuk." Kata Atma.

Seorang Wanita paruh baya menyambut mereka. "Silakan duduk nak. Ayah Atma sebentar lagi pulang."

Merekapun duduk, dibuatkan teh hangat, pisang goreng, potil, getuk goreng.  Sesaat kemudian seorang pria datang.

"Mana anaknya Darmo?" Dia begitu bahagia.

"Saya pak, Dani." Dani menjabat tangan ayah Atma. Kemudian Jaya juga memperkenalkan diri.

"Tak kusangka hari ini terjadi juga." Kata Ayah Atma. "Aku hampir putus asa, namun Sang Pencipta masih mengijinkan keturunan kami bertemu. Tentu Darmo banyak bercerita tentang kami."

"Lebih tepatnya Kakek yang bercerita, namun tidak rinci." Jawab Dani.

"Ya ya." Ayah Atma menegguk teh. "Ayahku dan Kakekku adalah kakak beradik, jadi kamu memanggilku pak De. Mereka memilih jalan masing-masih. Ayahku tidak mau ikut bedol desa, resikonya. Kami sempat tidur di emperan toko. Aku membantu ibu memulung kardus-kardus bekas. Sedangkan ayah jadi kuli kasar di pasar yang baru saja kalian lewati. Tahun-tahun berlalu, dari emperan ke kontrakan, dari kontrakan ke kontrakan lain. Akhirnya rumah ini bisa berdiri. Namun tak lama kemudian ayah pergi meninggalkan kami untuk selamanya." Ayah Atma menghela nafas sejenak.

"Bendungan yang kalian kunjungi, adalah desa kami dulu.  Kamu pasti sudah tahu ceritanya Dani. Bendungan itu dibangun untuk kebutuhan negara, pembangkit listrik tenaga kincir air. Kini ramai menjadi tempat Pariwisata. Namun sayang yang menikmati adalah warga pendatang. Saat aku masih muda, aku masih sering ke sana guna menunggu ayahmu Dani. Sekarang, janji itu ditepati oleh kalian generasi ketiga." Ayah Atma memandang anaknya dan keponakannya yang baru datang.

"Nak Jaya, terimakasih telah membantu." Lanjut Ayah Atma.

"Iya pak. Sebenarnya kami berdua, namun teman kami ada urusan lain. Dan sayapun mohon pamit, lain kali saya akan mampir ke sini. Saya juga sudah menyimpan nomer Atma" Kata Jaya.

"Makan siang dulu nak. Baru boleh pulang" kata Ibu Atma.

"Baik Bu." Sahut Jaya.

Siang itu mereka makan sop senerek, dengan tempe bawang uyah, sambel terasi. Jaya pun pamit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar