Senin, 06 Juni 2022

#ceritamudji #1 - #5

 

#ceritamudji #1
~
Keringat yang menetes hampir saja masuk ke mata jika Jaya tak segera mengusap dengan lengannya. Raga sudah mulai lelah, namun tak ada keinginan untuk istitahat sejenak. Jalan terjal tak jadi rintangan yang cukup berarti, sementara rembulan terkadang tertutup mega. Mendadak Bejo berhenti, jari tunjuknya menunjuk ke kejauhan. Tanpa aba-aba kedua kalinya Jaya langsung menatap objek yang dituju. Nampak perkampungan tanpa aliran listrik, hanya mengandalkan lampu minyak. Sunyi, sepi, hanya terdengar binatang malam.

"Sepertinya itu yang dimaksud Eyang Daru." Kata Jaya setengah berbisik.

"Jika begitu ayo segera kita lanjutkan, lihatlah di depan jalan sudah mulai menurun. Jika perkiraanku tidak meleset, kita akan sampai ke sana saat fajar menyingsing." Bejo berkata dan langsung mengayunkan langkahnya.

Jaya hanya mengangguk, merekapun segera melanjutkan perjalanan. Benar saja, jalan bebatuan yang mereka pijak mulai menurun. Tak lama kemudian  mereka berhenti di sebuah tanah lapang.

"Bejo." Nafas Jaya agak terputus-putus. "Sebaiknya kita bermalam di sini. Sebelum matahari terbit baru kita lanjutkan. Setidaknya lebih sopan bertamu pada saat hari terang tanah."

"Benar juga usulmu Jaya, ternyata perkampungnnya sudah di depan mata, paling satu jam lagi sampai." Bejo menanggapi. Langsung mengeluarkan tali pramukan dan jas hujan ponco, sedangkan Jaya mencari beberapa potong kayu. Merekapun membuat bivak.

#ceritamudji #2
~
Tiga gadis berbaris rapi diantara delapan lelaki, mengenakan hem putih dan bawahan merah. Dan memang hanya ada mereka, sebab adik-adik kelas mereka diliburkan. Satu per satu memasuki ruang kelas, masing-masing duduk satu orang satu meja sesuai nomer ujian nasional.
Di luar kelas empat orang guru nampak cemas, bahkan salah seorang guru tampak berkeringat. Bukan karena matahari pagi yang belum begitu panas, namun dalam terngiang suara kepala dinas seakan menggema berulang di kepalanya.

"Tahun ini adalah kesempatan bagi SD kalian, jika tidak bisa meluluskan siswa 100% maka bukan hanya anda saya berhentikan jadi kepala sekolah namun sekolah itu akan kami tutup. Biarkan anak-anak sekolah ke ibu kota kecamatan."

Mendadak lamunannya sirna, digantikan seberkas senyum diwajahnya. Matanya jauh memandang ke arah ladang jagung. Tanpa disuruh ketiga guru yang lain mengarahkan pandangan yang sama, dan menghela nafas lega.

Dari kejauhan tampak dua pemuda berjalan menuju ke arah bangunan SD, mau dikatakan gedung juga tidak tepat. Jam menunjukan pukul 06:45 ketika kedua pemuda tadi melewati papan bertuliskan SD Wates Wetan.

#ceritamudji #3
~
"Terimakasih nak Jaya dan nak Bejo telah jauh-jauh datang ke mari mengantarkan soal-soal ujian nasional bagi SD di tempat kami." Seorang pria setengah baya duduk bersila sembari menikmati teh kental manis yang masih mengepul.

Jaya dan Bejo hanya mengangguk-angguk sebab mulut mereka sedang memproses nasi jagung, sambal terasi dengan lauk ikan asin, ditambah rebusan daun sing okkong.

"Memang sudah menjadi tugas kami sebagi kurir pak Kades." Jawab Bejo setelah mendorong makanannya dengan air putih ke tenggorokan menuju lambung. "Kami lihat tiang-tiang listrik itu sudah terpasang pak. Berarti tidak lama lagi akan ada listrik di tempat ini."

Sang Kepala Desa tersenyum, "Dahulu saya juga berfikir demikian."

"Dahulu? Maksudnya?" Jaya menyela.

"Ya dahulu kala ketika usiaku semuda kalian, Presiden kita masih Gus Dur. Tiang-tiang listrik itu di datangkan. Hati kami gembira, sekarang Ibu Kota Negara sudah mau pindah ke Kalimantan namun listriknya tidak pernah ada."

Bejo dan Jaya hanya bengong, saling berpandangan.

"Kalau SDnya pak?" Tanya Jaya.

"Dulu belum ada bangunan SD, kelasnya terpisah-pisah, ada yang di balai desa, ruang KUD dan beberapa rumah penduduk. Saat itu, kalau ujian nasional seperti ini kami harus menginduk ke kecamatan. Menginap seminggu di sana, membawa beras, ayam untuk bekal anak-anak dan guru makan. Empat tahun lalu bangunan SD sudah didirikan, setahun kemudian datanglah pak Darmo sebagai kepala sekolah dan tiga guru lain dari pemerintah. Akhirnya guru honorer yang sudah lama mengabdi diberhentikan."

#ceritamudji  #4
~
"Tiga guru, enam kelas. Bagaimana mengajarnya? Saya lihat ruang kelasnya juga cuma 3" Jaya penasaran.

"Kelas 1 dan 2 jam 07.00 sampai jam 09.50. Kelas 3 dan 4 bergantian masuk jam 10.00 sampai jam 14.00.  Kelas 5 jam 07.00 sampai 13.30. Kelas 6 kan sedikit, maka digunakanlah rumah dinas guru sebagai kelas. Masuk jam 07.00 pulang jam 13.30. yang mengajar ya mereka berempat. Termasuk kepala sekolah turun tangan mengajar."

"Rumah dinasnya sepertinya kecil, dan hanya ada 2 bukan?" Jaya penasaran.

"Benar sekali nak. Yang satu dipakai pak Hasan dan pak Ahmad, karena mereka masih bujang. Pak Darmo dan pak Heru dengan keluarganya. Masing-masing menempati rumah warga, yang dulu digunakan sebagai kelas."

"Tahun ini murid kelas 6 kebetulan 11 orang, tahun depan kalau mencapai 30-an apa muat rumah dinasnya pak?"

"Tahun depan jika kalian masih diberi tugas mengantar soal ujian, pasti tahu jawabanya. Sekarang sebaiknya kalian segera habiskan makanannya, maaf seadanya. Setelah itu istirahatlah. Kalian pasti lelah. Saya tinggal dulu ya." Pak Kades pamit.

"Baik pak." Sahut Bejo dan Jaya hampir bersamaan.

#ceritamudji #5
~
"Selamat jalan Kakak-kakak." Semua murid melambaikan tangan.

"Semangat ya ujiannya. Ini baru hari kedua, kalian pasti lulus semua." Bejo berkata sambil melambaikan tangan, diikuti oleh Jaya.

"Kami pamit dulu." Kata Jaya kepada Para guru dan para perangkat Desa.

Merekapun berjalan menjauhi perkampungan. Menyusuri jalan setapak diantara perkebunan warga. Setelah menaiki perbukitan, pepohonan mulai rindang.

"Siapa itu!" Bejo mendadak berteriak sambil membalikan badan.

Dari semak-semak muncul seorang pemuda, yang agak ketakutan.

"Dani?" Rupanya Jaya mengenali. "Kenapa mengikuti kami? Apa orang tuamu tahu? Bagaimana kalau kamu dicari?"

"Maaf kak. Saya ingin ikut kalian ke Jawa, boleh ya." Kata Dani. "Saya sudah pamit ke bapak saya. Tenang saja pasti mereka tidak mencari."

"Tidak-tidak." Jaya menentang. "Di Jawa mau cari siapa, ke mana, mau melakukan apa? Begini saja, kami antar kamu kembali lagi ke Desa."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar