Rabu, 07 April 2021

TERJEBAK ABAD KE12

  

 

Bangkitnya Kejayaan Majapahit tanpa kita sadari telah menjadi slogan yang menjebak pikiran kita. Kita terbuai dalam kejayaan masa silam, terbuai tentang kehebatan nenek moyang kita di abad 12-15, bahkan lebih dari itu kita terbuai dengan kecangihan teknologi serta pemikiran leluhur kita abad ke 8 ketika Borobudur dan Prambanan dibangun. Apakah salah bangga dengan kemajuan peradaban masa lalu. Tidak, sama sekali tidak. Namun menjadi salah jika kejayaan masa lalu hanya menjadi khayalan, atau hanya sebatas slogan bahwa kita keturunan orang hebat, kemudian berhayal bahwa kecerdasan mereka kita kuasai, kekayaan mereka kita miliki dengan hanya mengharapkan warisan. 

Majapahit tidak mungkin bisa bangkit lagi seperti dahulu kala, beberapa pertimbangannya ialah jumlah agama sudah bertambah, sistem kepemimpinan sudah berubah, peralatan penunjang kehidupan sehari-hari sudah jauh berbeda. Jadi, jangan mengharapkan seorang Raja muncul memerintah kita, kita punya kapal perang yang tangguh, hidup makmur.  Perlu kita ingat, tulisan masa lalu masih berorientasi istana sentris, karena para penulis seperti Mpu Tantular, Mpu Prapanca mereka adalah penulis di kalangan istana. Kondisi kehidupan rakyat sehari-hari tidak kita ketahui secara persis.

Bagaimana generasi kita menyikapinya, ya mari kita ambil spiritnya, kita ambil semangatnya. Kita gunakan kelebihan kita sebagai ahli waris Majapahit untuk membangun Indonesia. Kita gunakan pengetahuan ilmiah, gabungkan dengan nilai spititual nenek moyang. Kita ambil Prasasti Trowulan 1, disana terlulis Majapahit memiliki pelabuhan Canggu yang merupakan pelabuhan sungai teramai, di sana tempat pertukaran barang-barang dagangan dari Maluku, India, Cina dengan hasil bumi Majapahit yang di dominasi padi. Dalam prasasti tersebut pedagang asing dikenakan pajak, namun pribumi bebas pajak. Tindakan kita hari ini, apakah perlu membuat rekontruksi pelabuhan, membuat duplikat kapal dagang? Tidak perlu, yang kita ambil adalah peraturan pajaknya. Dalam era Indonesia sekarang, bagaimana jika pengusaha asing kita kenakan pajak tinggi, sedangkan usaha rakyat asli Indonesia yang masih perintisan dibebaskan pajaknya, jika ingin membuat event promosi dimudahkan segala perijinannya. Mungkin tidak bebas sama sekali, namun harganya terjangkau. Sehingga banyak para kreator dengan modal minim dapat dukungan dari pemerintah, sedangkan pemodal besar dari asing kena pajak tinggi.

Dalam Negarakretagama, para durjana dihabisi, desa yang berprestasi menjadi tanah perdikan. Untuk membangkitkan Majapahit apakah perlu mambuat kirab budaya sebagai duplikat Hawam Wuruk dalam mengunjungi desa-desa? Tidak harus seperti itu, namun spiritnya yang kita ambil. Durjana, yakni penjahat yang mengerogoti negara seperti koruptor ya kita babat habis, tanpa kompromi. Rakyat yang berjasa dalam berbagai bidang mendapat penghargaan dari pemerintah. Tulisan ini mungkin bertentangan dengan pemikiran banyak orang, jika berbeda mari kita diskusi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar