JALADWARA
(Terkuaknya Garudeya)
Sebuah mobil hitam melaju dari pusat
tanah jawa menuju ke barat laut, melintasi lereng Sumbing, lereng Sindoro terus
melaju ke perkampungan berkabut, tiba di persimpangan mengambil jalan ke kanan.
Jalanan yang semakin sempit, diantara perkebunan kentang, lalu memasuki hutan,
tak ada lagi rumah penduduk, sesaat kemudian tampak sebuah villa berdiri
sendiri di lereng perbukitan. Mobil masuk ke sebuah gapura yang mirip duplikat
gapura Wringin Lawang di Mojokerto, dan akhirnya berhenti di depan sebuah
bangunan utama. Keluar dari pintu kiri depan seorang pria berkumis, rambut
keriting, dari pintu kiri belakang keluar Jaya, pemuda setinggi 170 cm
berperawakan sedang, disusul Bejo seorang pemuda yang lebih pendek berkaca
mata, dari pintu kanan belakang keluar Atma, pemuda bertubuh gemuk setinggi
Jaya. Setelah mereka menutup pintu, mobil kembali melaju semakin masuk ke
tempat parkir. Mereka seakan disambut sepasang arca dwarapala di kanan kiri
pintu bangunan utama, namun mereka tidak masuk ke bangunan tersebut melainkan
berjalan ke samping, di sana ada bangunan joglo yang lebih sempit. Pria
berkumis memberi isyarat tangan pada seorang pria di dekat pintu, dan tanpa
berkata-kata pria tersebut membukakan pintu rumah joglo tersebut.
“Silakan masuk.” Kata pria berkumis,
“Saya sengaja tidak membawa kalian ke ruaang tamu, tetapi langsung ke ruang
koleksi pribadi saya. Oh ya sepanjang jalan saya belum memperkenalkan diri,
kalian bisa panggil saya Hardi. Sayalah yang mengirim undangan memalui e-mail
kalian masing-masing. Bagaimana saya bisa tahu kalian? Jangan heran karena kita
sebenarnya sudah lama saling kenal, hanya belum pernah berjumpa. Jika ada
pertanyaan simpan saja untuk nanti.”
Hardi langsung masuk diikuti ketiga
pemuda. Sebuah ruangan yang tidak terlalu luas disbanding sebuah museum, namum
menyimpan berbagai benda peninggalan abad 8 sampai 9 masehi. Jaya tampak
berseri-seri melihat banyaknya benda purbakala, dalam hati dia berkata tidak
sia-sia aku memenuhi undangan rahasia ini. Tampak tersusun rapi stupa Buddha,
stupa Hindu, dua buah Lingga diletakkan di kanan kiri sebuah Yoni, arca
Parwati, arca Nandi, arca Siwa, arca Ganesa, Jaladwara, Kalamakara. Berbeda
dengan Jaya, Bejo dan Atma justru memeperlihatkan ekspresi wajah gugup, bahkan
yang aneh di daerah pegunungan berkabut mereka berdua justru mengeluarkan
kringat, hal ini tidak terlalu diperhatikan Jaya, namun Hardi memperhatikan. Setelah
beberapa waktu, Hardi mengajak ke ruangan lain yang tersekat oleh pintu tanpa
daun pintu. Ketika memasuki ruangan tersebut sontak mereka bertiga terkejut,
bukan karena banyak bertebaran keris pusaka serta tombak, namun diantara
belasan keris tergeletak sebuah hiasan dada dari emas.
Setengah menggumam Jaya, Bejo dan
Atma berkata hampir bersamaan. “GARUDEYA.”
Hardi tersenyum simpul, “Rupanya
kalian langsung mengenalinya ya.”
“Ornamen garudeya ini mirip seperti
yang ada di Museum Mpu Tantular, Sidoarjo.” Jaya menjawab. “Apakah ini
ditemukan di Jawa Tengah di sekitar sini pak Hardi, di situs Liyangan, Gedong
Songo, atau Dieng?”
Sementara itu Bejo dan Atma semakin
berkeringat, “Jaya sebaiknya kamu diam.” Bejo menginjak kaki Jaya dengan maksud
memberi kode.
“Kalian berkeringat di udara
sedingin ini?” Jaya baru menyadari sesuatu yang janggal setelah menoleh ke Bejo
dan Atma, pandangannya ia alihkan ke Hardi. “Pak Hardi, apa maksud semua ini,
jangan-jangan.” Jaya terdiam sejenak.
“Kenapa berhenti Jaya.”
Hardi tersenyum, “Ayo lanjutkan perkataanmu.”
Mendadak semua hening, waktu terasa
berjalan melambat. Jaya yang awalnya senang melihat barang-barang kuno kini
perasaannya menjadi berubah, sebuah ketakutan tak beralasan. Hatinya mengatakan
ada yang tak beres, tetapi mulutnya mendadak terkunci.
“Halo…” Suara Hardi memecah
keheningan. “Kenapa diam, Bejo penggagas dan ketua Kelompok Kala Hitam yang
ditakuti seantero negeri hanya terdiam, Atma ahli laboratorium juga penggagas
Kala Hitam berbadan besar tapi nyalinya tak ada, Jaya mengaku sebagai mantan
anggota Resimen Mahasiswa yang sok pahlawan membantu kepolisian menangkap
gerombolan Kala Hitam, juga terdiam. Di mana taring kalian, di mana kecerdasan
kalian.”
“Tunggu sebentar.” Jaya menjawab,
agak gugup. “Saya masih belum paham apa yang terjadi. Bukankah kasus hilangnya
Garudeya di Jawa Timur sudah ditutup, barangnya sudah kembali ke Museum dan
Kala Hitam tidak terbukti tak bersalah.”
“Dan kamu Jaya serta rekanmu tidak
mendapatkan hadiah yang dijanjikan pemerintah, dan sekarang ada kembaran
Garudeya di Jawa Tengah.” Hardi setengah mengejek. “Kamu sepertinya cerdas,
tetapi tampak bodoh. Atma, Bejo! Coba jelaskan kawanmu atau musuhmu ini. Ayo,
jelaskan.”
“Jadi begini Jaya.” Bejo bicara agak
bergetar. “Aku dan Atma prihatin melihat kemiskinan di negri ini, kami ingin
membantu rakyat miskin, tetapi kami sendiri miskin untuk itulah kami
mengumpulkan beberapa orang yang sepaham dan mendirikan kelompok Kala Hitam. Kami
melihat benda-benda purbakala bangsa kita banyak diincar negara lain melalui
lelang bawah tanah. Maka kami berinisiatif mengambil artefak sesuai pesanan
lalu kami buat tiruannya, yang asli kami kembalikan yang palsu kami jual.”
“Jadi, garudeya yang ada dihadapan
kita adalah barang tiruan.” Tanya Jaya.
“Benar.” Atma menimpali. “Itu
sebabnya kamu dan teammu tak akan bisa membuktikan operasi kami. Lagi pula
uannya kami gunakan untuk kegiatan social, membantu rakyat yang membutuhkan.
Doa merekalah yang melindungi kami. Dan kami berjanji Garudeya adalah proyek
terakhir Kala Hitam, setelah itu kami bubar dan hidup masing-masing. Aku baru
ketemu Bejo juga hari ini saat tadi kita menghadiri undangan rahasia.”
“Sudah jelas Jaya.” Hardi bicara
masih terdengar santai, tapi ada energi menakutkan yang dirasakan. “Dan akulah
yang memesan semua benda kepada Kala Hitam lewat seseorang yang dapat
kupercaya. Dan aku jugalah yang mereka tipu selama ini.”
“Kami bermaksud menjaga warisan
nenek moyang kita agar tetap di Indonesia pak Hardi.” Atma menjawab. “Orang
seperti anda harusnya menyadari hal itu.”
“Berani menggurui.” Hardi memotong.
“Dengar Atma, saat seusia kalian aku juga idealis, namun perlahan idealismemu
itu tidak akan didengar lalu luntur menjadi realistis, hanya memikirkan diri
sendiri. Kalian tak ingin sepertiku, memiliki
villa pribadi di tengah hutan, mobil mewah, makanan berlimpah, bebas
pergi ke mana saja aku suka. Jangan munafik tak ada yang suci diantara kita.”
“Jika ini urusan pemesan dan yang
mendapat pesanan kenapa saya dilibatkan.” Jaya meminta penjelasan.
“Sudah kubilang, kamu ini tampak
cerdas tetapi mudah dimanfaatkan Jaya.” Hardi menjawab. “Sikapmu yang polos dan
apa adanya itu mudah dimanfaatkan oleh orang-orang yang bertindak baik di
hadapanmu, tetapi memanfaatkanmu sebagai perisai.”
“Saya tidak paham, pak Hardi.”
“Biar kuperjelas.” Hardi
menjelaskan. “Yang tampak jahat tak selamanya jahat, yang tampak baik tak
selamanya baik. Coba kamu pikir kenapa aparat pemerintah meminta bantuan warga
sipil sepertimu? Semua dilakukan agar mereka tampak suci, kalian seakan menjadi
saksi bagaimana mereka berusaha membela negara. Ahkirnya apa, penjahat tidak
tertangkap, kasus ditutup, kalian warga sipil yang membantu hanya mendapat rasa
bangga saja. Sementara penjahat sesungguhnya masih berkeliaran.”
“Bukankah Kala Hitam sudah bubar,
jika berkeliaranpun mereka sudah tidak melakukan kejahatan yang sama.
Setidaknya tidak melakukan kejahatan bersama lagi dalam satu team.”
“Kala Hitam memang sudah bubar,
makanya saya hanya memanggil dua orang dedengkotnya saja, yang lain tidak
begitu penting bagiku saat ini. Kala Hitam bubar bukan berarti kejahatan
pencurian benda purbakala akan berhenti begitu saja, akan muncul banyak
organisasi sejenis Kala Hitam dengan nama baru. Dan perlu kamu ketahui Jaya,
saya memiliki anggota yang duduk di pemerintahan, tidak banyak jumlahnya tetapi
cukup strategis. Sayangnya kamu tidak sadar saat bekerjasama dengan mereka
untuk mengejar pencuri Ornamen Garudeya saat itu.”
“Jadi, selama ini segala yang
kulakukan sia-sia.” Jaya tampak kesal. “Lalu sekarang apa yang pak Hardi
inginkan dari kami bertiga? Bukankan urusan anda hanya dengan Kala Hitam saja?
Kenapa melibatkan saya.”
“Tenang.” Hardi kembali tersenyum,
namun bukan kesan ramah yang diterima tetapi kesan menakutkan. “Saya orang
cerdas dan hanya memilih orang-orang yang cerdas dan bermanfaat bagi saya, saya
tidak akan melibatkan seluruh anggota Kala Hitam, cukup kemampuan kalian
bertiga saja, ingat saya sudah memperhatikan sepak terjang kalian, jadi saya
setidaknya tahu kemampuan kalian.”
“Maaf pak Hardi, saya sudah tidak
mau mencuri lagi.” Atma memotong. “Garudeya adalah proyek terakhir, dan jika
pak Hardi meminta kami mencuri saya tidak akan melakukannya lagi.”
“Silakan, saya beri kalian
kebebasan.” Hardi mengeluarkan HP. “Di sini susah sinyal, bisa nyalakan
Bluetooth kalian.
Semua mengeluarkan HP, sesaat
kemudian secara bergantian wajah mereka bertiga tampak pucat. Setiap orang
masing-masing menerima foto keluarga yang sedang makan malam bersama Hardi, seorang wanita dan anak kecil.
“Jangan panik.” Hardi begitu tenang.
“Kalian lihat bukan, saya sudah bisa makan malam dengan keluarga kalian. Wanita
dan anak kecil itu apakah istri atau anakku asli kalian juga tidak tahu. Mudah
saja membuat keluarga kalian bahagia atau menderita, pilihan di tangan kalian.”
Mereka bertiga tampak geram. Namun
hanya terdiam, rupanya Hardi sudah mendekati keluarga mereka, jika ingin
berbuat jahat mudah saja.
“Sekarang silakan kalian pilih,
keluarga kalian bahagia setidaknya kalian berusaha membahagiakan mereka atau
tindakan kalian membahayakan hidup mereka.”
“Baiklah, pak Hardi.” Bejo geram.
“Apa yang anda inginkan dari kami.”
“Keputusan yang bagus Bejo. Bagaiman
dengan Atma dan Jaya?”
“Saya ikut, asalkan jangan anda
apa-apakan keluargaku.” Jawab Jaya.
“Aku juga ikut.” Jawab Atma.
“Bagus, keluarga kalian akan aman
selama kalian tidak keluar jalur. Karena saya bisa mengajak keluarga kalian
makan malam yang indah atau makan malam terakhir. Dengarkan baik-baik, kalian
tidak perlu menghubungi keluarga, katakana saja pada mereka kalian sedang ada
proyek atau apa saja. Kedua jika kalian ingin menghubungi aparat pemerintah,
silakan saja tapi itu adalah hal yang sia-sia, bukan begitu Jaya? Dan misi
kalian adalah carikan saya JALADWARA KENCANA. Tidak ada pemalsuan di
laboratorium Atma, saya minta yang asli.”
“Apa?! Jaladwara Kencana?” Mereka
bertiga hampir serempak.
“Ya. Tidak perlu saya jelaskan.
Setelah ini silakan kalian makan di ruang makan yang sudah di sediakan. Saya
sarankan makan yang banyak agar dapat tenaga. Dan kalian tidak akan naik mobil
seperti saat kalian datang, silakan berjalan kaki ke jalan utama untuk mencegat
anggkutan umum. Sekian.”
Hardi langsung pergi meninggalkan
ruangan, sementara mereka bertiga diantarkan oleh seorang pria yang tadi
membukakan pintu ke ruangan lain. Di sana sudah disediakan makanan untuk mereka
santap.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar