Sabtu, 26 Maret 2016

PERSIAPAN



Dua buah meja dirapatkan, dua bakul nasi telah kosong, duri ikan gurami beserta kepalanya, lidi-lidi bekas sate, tujuh piring yang telah kosong, tulang ikan, kuah yang tak lagi ada sayurnya, cobek bekas sambal, mentimun, daun kemangi yang tersisa berserakan tak teratur. Dua buah gelas berisi es teh yang tinggal setengah, seperempat gelas soda gembira, setengah botol beras kencur, dan tiga gelas es jeruk yang sisa sedikit. Tujuh laki-laki mengelilingi meja.
Seorang pria berperawakan pendek, kulit kehitaman, rambut disisir ke samping, berkacamata angkat bicara, “Tujuan kita mendirikan Kala Hitam ialah membantu rakyat miskin negri ini, sebab kita dari keluarga miskin sehingga benar-benar mengerti apa artinya dihina, disingkirkan dan tak dianggap oleh lingkungan karena latar belakang kita. Kalian sudah tahu, ibuku pembantu dan sering mendapat hinaan. Atma pernah menjadi saksi bagaimana majikan kami merendahkan ibuku saat aku memboncengkan anak majikan kami dengan sepeda onthel dan bertabrakan dengan becak yang dikendarai oleh ayah Atma.” Ia menunjuk seorang yang bertubuh besar, muka bulat, rambut ikal dan memiliki kantung mata, orang tersebutpun mengangguk. “Sebenarnya kami hampir setiap hari mendapat hinaan dan makian dari orang kaya yang mempekerjakan aku dan ibuku. Namun saat itu puncak kesabaranku habis. Aku dan Atma berinisiatif mengubah anak miskin negri ini agar tidak lagi dihina. Hingga kami bertemu dengan Yanto dan Kris kalian berdua sangat beruntung mendapat beasiswa untuk kuliah.” Iapun menunjuk seorang berkaca mata, kurus, keriting besar saat menyebut Yanto dan seorang lagi berperawakan sedang, rambut lurus kaku, kulit kuning langsat, dan memiliki tanda lahir berwarna merah di pipinya saat ia mnyebut Kris. “Ada banyak anak miskin di Indonesia yang mendapat beasiswa untuk kuliah, tetapi hanya sedikit yang pedulim pada sesama orang miskin dari mana mereka berasal, Yanto dan Kris merupakan bagian yang sedikit itu. Atma membawa kalian Bagus dan Panji untuk bergabung, sedangkan Paimin adalah kuli angkut sekaligus sopir di pasar yang nasibnya tak lebih baik dariku.” Ia sekali lagi menunjuk seorang berperawakan kurus tapi tak sekurus Yanto, kulit kecoklatan, rambut belah tengah saat menyebut Bagus, seorang berperawakan tanggung, rambut lurus mata bulat kulit sawo matang saat menyebut Panji, dan orang terakhir yang dipanggil Paimin berkulit paling gelap diantara mereka bertujuh, rambut lurus belah pinggir, berperawakan gagah berotot. “Kita bertujuh bekerjasama membangun kelompok ini. Saat ini uang kita sudah sangat banyak dan aku ingin kita berhenti mencuri artefak, menirunya lalu menjual ke pelelangan bawah tanah. Walaupun uang yang kita terima milik orang kaya yang serakah, namun tetap saja kita menipu dengan menjual barang tiruan. Selain itu kita selalu merepotkan pemerintah saat kita ambil artefak milik negara, walupun kita kembalikan lagi karena hanya kita tiru, tetap saja mencuri. Jadi, sebagai pimpinan saya putuskan Ornamen Garudeya adalah proyek kita yang terakhir.”
Mereka berenam terperangah,  diam sejenak tenggelam dalam pikiran masing-masing hingga Atma memecah keheningan yang berlangsung beberapa saat. “Jadi kau ingin membubarkan Kala Hitam, Bejo?”
Bejo sang pimpinan menjawab, “Tidak, kita tidak bubar.”
“Jika demikian, apa kegiatan kita selanjutnya.?” Atma menjadi penasaran.
Bejo menghela nafas sejenak, “Itu yang harus kita bertujuh pikirkan. Dengan uang yang kita punya, kita bisa apa untuk Indonesia.”
Paimin angkat bicara, “Kita bagikan saja uang yang kita punya kepada rakyat miskin, suruh mereka usaha.”
“Tidak setuju.” Sahut Bagus. “Jika uang diberikan cuma-cuma, dalam seminggu sudah habis buat beli beras. Rakyat kita tidak bisa dibantu dengan cuma-cuma, mereka butuh pembinaan. Contohnya, waktu itu di kotaku pernah ada bantuan dari Dinas Sosial Provinsi. Syaratnya bantuan harus dikelola oleh 10 keluarga dan dijadikan usaha bersama. Bantuan berupa barang, bukan modal uang. Tiap kelompok dasawarga harus mengajukan jenis usaha yang ingin dijalankan, Dinas Sosial memberi modal awal. Ayahku dan sembialn kepala keluarga lainnya membuat usulan buka warung sembako. Setelah melalui proses, maka diberilah modal berupa barang seperti beras, gandum, gula, minyak goreng, garam dan lain-lain. Harapan Dinas Sosial adalah agar barang-barang tersebut dijual eceran, setelah uang terkumpul dari hasil penjualan dibelanjakan lagi untuk jualan selanjutnya, keuntungan dikembangkan sehingga kelak akan menjadi warung sembako yang besar dan bisa menopang kehidupan 10 keluarga. Namun apa yang terjadi, semua barang yang diterima dibagi rata 10 keluarga. Untuk keluargaku, dimasak habis selama tiga minggu. Begitulah gambaran rakyat kita.”
Panji nampak berpikir keras, “Jika demikian kondisinya, apa usulmu Bagus.”
Bagus mengangkat bahu, “Tidak punya ide Panji.” Iapun melempar pandangan ke arah yang lain.
Yanto membetulkan kacamatanya sebelum bicara, “Usulku. Negara kita banyak pulau-pulau kosong, contohnya di laut Jawa banyak terhampar pulau-pulau kecil tak berpenghuni. Kita buka lahan di sana, melibatkan para buruh tani yang tak punya lahan di tanah kelahirannya.”
“Itukan sudah diusahakan pemerintah dengan program transmigrasi.” Potong Kris.
“Ya kita jangan seperti pemerintah.” Sahut Yanto, “Kita pakai cara yang berbeda, namun intinya kita manfaatkan lahan yang tak bertuan untuk pertanian.”
“Tanah dan air milik negara, kita harus beli pulau jika seperti itu Yanto.” Tukas Atma.
“Tidak harus beli Atma, “ kata Yanto. “Kita sewa, warga asaing saja boleh sewa tanah dengan Hak Guna Usaha masak kita asli Indonesia tidak bisa.”
“Setuju.” Sahut Bagus. “Tetapi bagaiman urusan administrasinya?”
“Tenang Bagus,” kata Atma. “Hal-hal seperti itu biar diurus ahlinya, ada Yanto dan Kris. Sekarang bagaimana pendapat pimpinan?”
“Kalau aku setuju.” Jawab Bejo. “Sekarang hal-hal apa saja yang ingin kita kerjakan. Kita buat perencanaan yang matang. Namun sebelum membuat rencana ada baiknya kita sepakat dulu, kita harus bersatu dulu baru bisa kerja. Yang lain setuju atau tidak.”
“Ragu-ragu.” Panji langsung menanggapi. “Begini pandangan saya. Membangun sebuah peradaban atau apalah namanya itu tak semudah yang dibayangkan. Banyak orang akan ikut program dengan harapan bisa menggarap lahan baru, hidup lebih makmur, namun jika gagal bagaimana? Kita bisa dihajar masa. Bayangkan kita menyewa sebuah pulau kosong yang tak jauh dari pilau Jawa, kita buat pemukiman, pertanian, dan pengolahan hasil pertanian. Jika berhasil kita harus punya kapal dan dermaga untuk mengangkut hasil kita serta mengangkut barang-barang kebutuhan kita dari pulau utama. Kita juga harus membangun sekolah, sarana kesehatan dan lainnya. Semua itu sama artinya kita membangun negara dalam negara. Negara yang sudah terbentuk saja susah ngaturnya, apalgi kita buat baru. Jadi, karena Indonesia sangat luas dan banyak pulau sedangkan kita saat ini berada di pulau Jawa maka alangkah lebih baik jika kita bangun dulu pulau ini, baru menjadi contoh bagi pulau lainnya. Sebab di Jawa sendiri masih banyak daerah terpencil dan tertinggal yang belum dijamah pemerintah.”
“Jadi usulmu?” Tanya Bejo.
“Yang sederhana dan mudah dilakukan saja, yaitu jadi donatur panti asuhan.”
“Itu sudah kita lakukan Panji. Dengan uang hasil kita mencuri, menduplikasikan artefak. Sudah kubilang diawal kita akan berhenti mencuri dan menggunakan uang yang ada untuk dikembangkan bagi kemakmuran rakyat miskin. Lagipula, panti asuhan sudah banyak yang peduli. Banyak orang kaya baik perorangan maupun kelompok yang peduli dengan anak-anak panti asuhan dengan menjadi  donatur tetap. Yang sekarang kita pikirkan, bagaimana rakyat miskin yang tak punya tanah untuk dikerjakan, tak ada ijazah untuk melamar pekerjaan, tak ada modal untuk berjualan, yang hanya menjadi buruh kasar.”
“Kupikir menjadi miskin itu ada baiknya.” Atma bicara setelah menyedot soda gembira, “Seperti kita bertujuh yang berasal dari keluarga miskin semua, akhirnya setelah diberkati bisa peduli dengan rakyat miskin.”
“Bukan diberkati Atma.” Bagus menanggapi. “Tetapi mengambil  berkat orang lain.”
“Kau yakin Bagus?” Balas Atma, “Bahwa orang-orang kaya yang kita tipu uangnya ialah berkat dari Tuhan? Mereka bisa jadi mencuri lebih banyak dari yang kita curi.”
“Sudahlah tak perlu berdebat yang tak penting.” Kris menengahi. “Mungkin kita masih buntu dan belum mencapai kata mufakat, sebaiknya kita bubar dulu, yang penting kita tahu maksud dan tujuan pimpinan, kita juga sudah ada satu ide dari Yanto. Kita masing-masing merenungkan apa yang akan kita kerjakan. Sementara usul Yanto kita simpan kemudian kita kumpulkan lebih banyak ide setelah itu kita rapat lagi untuk mengutarakan ide masing-masing dan kita mufakati.”
“Aku setuju.” Bejo menanggapi. “Jika demikian kita tutup rapat kali ini.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar