Pak Agus, kawanku bekerja masa lalunya ialah sales jamu. Sama seperti sales lainnya tentu saja ada target penjualan dan ketepatan tagihan. Untuk mendongkrak penjualan ia membeli kardus jamu bekasnya dengan memotong komisinya sendiri. Untuk apa kardusnya? Apakah di daur ulang? Saat itu belum terpikirkan untuk ditampung dijual kiloan, ia membeli per biji untuk dibakar. Tujuannya agar toko-toko semangat menawarkan jamunya. Bagaimana tagihan, jika lewat jatuh tempo komisi dipotong. Akahirnya ia membuat perjanjian dengan customer. Jika dalam setahun selalu membayar tagihan tepat waktu maka akan ada black bonus, lagi-lagi dengan mengambil sekian persen dari komisinya sendiri. Jika telat sekali saja, maka black bonus hilang. Setelah 12 tahun jadi sales, kini ia memilih jadi sopir. Profesi inilah yang mempertemukan kami, kini ia mengantarkanku ke Bandara.
Dari Juanda kami bertiga, aku pak Deni Procurement customer kami dan pak Herry Marketing tempatku bekerja. Kami sedang dalam perjalan dinas menangani komplain di Dumai. Sampai di Pekan Baru kami dijemput pak Heru yang sempat mengeyam kuliah di Semarang. Kami berempat memiliki banyak cerita masing-masing. Tentang tanah Riau yang kaya minyak, banyangkan minyak bumi di bawah minyak kelapa sawit di atas. Tapi kondisi kota-kotanya terlihat tua, jauh dibandingkan tanah jawa. Kalau diperkirakan secara visual kakayaan alam yang ada, harusnya Riau bisa semegah Dubai. Namun ke mana kekayaan itu pergi, semua orang yang kami temui baik para sopir, baik orang-orang di pabrik yang kami tinjau memiliki pandangan dan kesimpulan yang sama. Korupsi.
Pak Deny masih harus menyelesaikan pekejaannya di Dumai, tinggal kami berdua kembali ke Pekan baru. Melintasi tol ditengah kebun sawit. Yah.. kenangan hidupku tak lepas dari kelapa sawit, sejak kelas 3 SD ikut ayah transmigrasi ke Sanggau 1993, bekerja di Labuhan Batu 2010 semua sudah kutulis di https://pantaugambut.id/kabar/tiga-korban-peralihan-fungsi-lahan-gambut-masyarakat-adat-kelompok-pendatang-dan-keanekaragaman. Kini memori itu membakar jiwaku. Semua karena keputusan, jika ayah tidak memutuskan kembali ke jawa, jika aku tidak memutuskan kembali ke jawa. Mungkin aku masih berada ditengah perkebunan kelapa sawit untuk memperkaya penguasa yang katanya korup. Bang Zul, sopir yang mengantarkan kami memiliki masalah yang sama denganku, istri kami keguguran anak pertama dan kini kami dikaruniai anak kedua yang merupakan anugrah terindah bagi setiap keluarga. Tapi anak pak Herry paling istimewa, tiga bulan sebelum menikah calon istrinya harus oprasi pengangkatan kista, sehingga indung telurnya hanya setengah. Dan sebelum oprasi pihak keluarga serta calon suami harus menandatangani surat pernyataan bahwa 99% tidak akan bisa punya anak. Sejak menikah full berdoa dan terapi ke dokter, dengan penuh perjuangan akhirnya lahirlah anak pemberian Tuhan, anak yang kemungkinannya 1%. Setelah punya anak, indung terlur yang tinggal satu harus diangkat pula. Ada banyak kawan-kawanku yang masih berjuang untuk mendapatkan keturunan, bagi yang memiliki kesuburan tolinglah jangan sia-siakan anakmu, jangan terlantarkan mereka. Bagiku anak adalah 50% diriku secara jasmani.
Kami sempat makan malam dengan adik ipar pak Hery, yang menyuplai produknya ke badan milih pemerintah. Dan betapa sulitnya menagih ke pemerintah. Aku melihat banyak orang yang lebih susah dalam pekerjaannya, terlebih buruh-buruh borongan yang sempat kami temui, tanpa pengaman, tanpa peralatan yang memadai, hanya mengandalkan otot untuk menghidupi anak dan istrinya. Di pabrik aku dan pak Herry tidak pernah mengobrol, hanya menyapa dan pertemuan kami hanya di ruang meeting kalau ada audit customer. Tapi justru ketika kami di tanah Sumatra punya kesempatan bercerita bagaimana ia yang merasa tidak mampu melakukan tugas yang sangat berat namun dengan mengandalkan Tuhan semua bisa dilalui. Dengan kolaborasi doa dan tindakan semua akan bisa dilalui. Menjadi berkat bagi orang lain dimulai dari keluarga, kedua rekan-rekan sekerja. Dengan melancarkan pekerjaan teman-teman, maka kita akan menjadi saluran berkat bagi keluarga mereka. Yang tak kalah penting adalah suport doa anak istri, bahkan anak balita ketika mendoakan ayahnya dengan keterbatasan bahasa sangat pasti oleh Tuhan. Apalagi ditambah doa ibu bagi yang masih memiliki ibu tentunya.
Kami mendengar keluhan sopir taxi online yang dibatasi orderannya oleh aplikasi. Jadi setelah mengantar penumpang, orderan berikutnya dijeda hampir satu setengah jam. Ia juga mengeluhkan tingginya korupsi pejabat daerahnya. Setelah makan siang kami naik taxi online ke Bandara. Sopirnya sudah tua, energik dengan lagu Metalica di LCD mobilnya, bahkan menawari kami karoke. Ditengah keluhan banyak warga, kakek ini tanpak bahagia. Ketika kami tanya usia, ia minta kami menebak. "65" kataku, "hampir" jawabnya, "63, kenapa apakah aku nyetirnya sudah mulai goyah?" Katanya. "Selera musiknya, rocker 80-an." Kataku, kamipun bicara tentang musik.
Kelapa sawit adalah saksi perjalanan hidupku
Sanggau, 1993
Labuhan Batu, 2010
Dumai, 2025
Hidup adalah perjalanan pulang kepada Pencipta
Kerjakalanlah segala sesuatu seperti untuk Tuhan
Dalam kelamahanku aku melihat Tuhan yg kuat dan perkasa.